KUTIM — Ketua DPRD Kutim, Jimmi, tanggapi minimnya perhatian pemerintah dalam hal pelestarian Hutan Lindung Wehea di Kecamatan Muara Wahau.
Dia menerangkan, sebenarnya kewenangan Hutan Lindung Wehea berada di provinsi. Dan dia mengaku baru tahu bahwa ada banyak masalah di hutan adat tersebut. Termasuk kurangnya penjaga hutan.
Pun kewenangan provinsi, Jimmi meminta pemerintah Kutim melakukan komunikasi supaya hutan tersebut dapat dilindungi dengan maksimal.
"(Kewenangannya) sebenarnya ada di provinsi. Tapi berhubung ini hutan di wilayah kita, maka harusnya Pemda menjadi penyambung komunikasi," ucapnya kepada Katakaltim, Senin 22 September 2025, di Sangatta.
Begitu pula dengan masalah pembagian dana karbon, yang menurut penjaga Hutan Wehea bahwa angka itu terlalu kecil. Hanya Rp70 juta.
Tentu saja, kata Jimmi, untuk penjagaan hutan seluas 29.000 hektare dengan anggaran sekecil itu sama sekali tidak cukup.
Untuk itu pihaknya akan membuka komunikasi dengan provinsi, dalam hal ini Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim agar mencari solusinya.
"Nanti kita komunikasikan masalah ini ke provinsi, solusinya seperti apa," tambah Jimmi
Politisi PKS itu juga menyebut, Hutan Wehea merupakan salah satu identitas Kutim yang sangat dibanggakan.
Kawasan seluas 29.000 hektare itu bahkan pernah meraih juara III Schooner Prize Award di Vancouver, Kanada 2008 silam.
Penghargaan tersebut diberikan lantaran komitmen masyarakat adat menjaga kelestarian hutan. Artinya, tidak ada alasan pemerintah untuk tidak memberi perhatian khusus.
"Ini sebuah kebanggaan. pemerintah harus perhatikan," tegas Jimmi.
Sementara itu, pihak Dishut Kaltim saat dihubungi pada Senin 22 September 2025, belum memberikan tanggapan terkait persoalan ini.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Petkuq Mehuey (Penjaga Hutan Wehea), Yuliana Wetuq, keluhkan akses menuju hutan yang hampir putus di kawasan itu. Jalan yang puluhan tahun dilewati untuk patroli itu sudah sangat memprihatinkan.
"Kita kecewa. Karena kita sudah bawa proposal ke sana-sini tapi belum ada yang tergerak hatinya untuk membantu," jelasnya pada Katakaltim melalui sambungan telepon, Selasa 16 September 2025.
Adapun bantuan pemerintah untuk operasional penjagaan hutan sudah lama berhenti sejak 2014 silam. Tepatnya saat hutan itu langsung di bawah naungan Provinsi.
Sejak itu, Petkuq Mehuey tidak lagi mendapat bantuan operasional pemerintah. Adapun bantuan yang masuk berasal dari LSM, yang juga tidak seberapa.
"Hanya untuk bertahan hidup di dalam hutan, dan kebutuhan bahan bakar untuk patroli di hutan seluas 29.000 Hektar," tandasnya.
Sayangnya, harapan tersebut tak lagi ada sejak Mei 2025. Minimnya bantuan ini, tak hanya membuat penjaga hutan terbatas operasional, bahkan berdampak pada berkurangnya penjaga hutan.
Awalnya penjaga hutan berjumlah 35 orang. “Sekarang makin hari berkurang, tersisa 7 orang,” tukasnya. “Ini karena faktor operasionalnya, orang-orang yang jaga hutan itu kan istilahnya ada kebutuhan makan, transportasi. Itu kan perlu. Sehingga kita mengurangi orang karena biaya yang kita punya tidak seberapa," sambung Julie.
Jumlah penjaga hutan ini tentu saja sangat sedikit untuk menjaga hutan dengan luasan ribuan hektar itu. Adapun bantuan dana karbon, program Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF) dari Bank Dunia tahun 2024, sebagai upaya penurunan emisi karbon di Kutim, Petkuq Mehuey mengaku juga mendapat dana tersebut. Namun lagi-lagi tidak seberapa.
Dia agak kesal. Karena pihaknya mendapat suntikan dana sangat sedikit. Padahal pihaknya lah yang menjaga paru-paru dunia itu.
"Kita hanya mendapat 70 juta, sementara yang tidak jaga, yang tidak punya hutan dapat yang lebih. Saya nggak tahu penilaiannya seperti apa. Tentu kita kecewa," sesalnya.
Sebagai suku dan adat istiadat yang sangat bergantung pada alam dan hutan, menjadikan Petkuq Mehuey masih eksis hingga sekarang. Pun mengandalkan kemampuan swadaya masyarakat adat.
Semangat itu juga menjadikan Hutan Adat Wehea bersih dari pembukaan lahan, dan terjaganya ekosistem.
"Pembukaan lahan tidak ada karena penjaga stay dalam hutan. Adapun keluar hutan selama 4 hari dalam sebulan untuk evaluasi atau mengambil logistik," jelasnya.
Julie berharap suara yang sering dilontarkannya ini bisa didengar pemerintah. “Saya berharap agar banyak pihak yang memberikan perhatian untuk hutan lindung. Ini paru-paru dunia. Dan yang kami jaga juga bukan untuk kepentingan golongan tertentu, tapi masa depan umat manusia," pungkasnya. (Cca)








