KALTIM — Pengamat politik Universitas Mulawarman (Unmul), Saipul, melayangkan beberapa ulasan mengenai dampak tradisi cawe-cawe yang dilakukan pemerintah pusat.
Dia mencontohkan salah satu dampaknya adalah proses Pilkada yang aroma demokratisnya tampak jauh dari pandangan. Sehingga, daerah kehilangan kemandirian politiknya.
Misalnya di Pilkada baru-baru ini, terpotret campur tangan partai politik (parpol) tingkat nasional begitu kental.
Baca Juga: Pembatalan RUU Pilkada Sebatas ‘Tes Ombak’, Castro: Masyarakat Harus Waspada
“Proses Pilkada kita, terutama penguatan demokrasi di tingkat lokal, sekarang dipengaruhi oleh kepentingan politik nasional, dan itu mengintervensi pelaksanaan Pilkada kita ini,” ucapnya saat dihubungi katakaltim, Senin 10 Februari 2025.
Baca Juga: Dorong Bacalon di 8 Wilayah, Ketua DPW NasDem Kaltim Tegaskan Kader Harus Realistis
Karena itu, jika Prabowo-Gibran serius menangkap problem pelaksanaan Pilkada ini, maka yang butuh dievaluasi kembali adalah pasal yang berkaitan dengan UU Pilkada.
“Kalau serius memang ada beberapa poin atau pasal di UU Pilkada yang perlu dievaluasi,” tandasnya.
Tumbuhkan Demokrasi Lokal
Mantan Ketua Bawaslu Kaltim itu menambahkan betapa pentingnya meningkatkan demokrasi lokal.
Artinya, domain (wilayah) lokal, harusnya mampu lebih leluasa menentukan sikap politisnya.
“Kalau saya ingin sebenarnya Pilkada itu rezimnya demokrasi lokal. Jadi kalau untuk Pilpres, Pileg, terutama pemilihan DPR dan DPD, itu bagian rezim nasional lah,” katanya.
“Tapi tolong juga demokrasi lokal itu diberikan porsi, diberikan ruang yang seluas-luasnya, sehingga pengembangan dan pembangunan demokrasi lokal itu bisa lebih hidup,” sambung dia.
Kalau semua diintervensi dari pusat, kata dia, maka berpotensi besar terbukanya corong oligarki.
“Kalau seluruhnya diintervensi, maka ini menurut saya ketika orang teriak praktik oligarki semakin menguat, itu betul-betul terlihat di Pilkada kita,” paparnya.
Biang Kerok Intervensi Parpol
Menurut Saipul, salah satu aspek yang turut andil besar dalam “menyelundupkan” intervensi pusat ke Pilkada adalah UU itu sendiri.
Di UU Nomor 10 tahun 2016 sangat jelas “memaksa” figur-figur partai di tingkat lokal untuk disaring sepenuhnya oleh pusat.
Contohnya saja kewenangan dewan pimpinan pusat (DPP) parpol. Masing-masing mereka lah yang sebenarnya menentukan kepala daerah. Artinya, nyaris di tingkat lokal, peran figur sangat kecil.
“Salah satu yang jadi biang keroknya adalah ketika di UU 10 Tahun 2016 misalnya, terkait dengan kewenangan DPP,” katanya.
“Di mana masing-masing parpol menyetujui atau punya otoritas penuh merekomendasikan para kandidat di tingkat lokal. Baik di tingkat provinsi, maupun kabupaten/kota,” sambung Saipul.
Perlukah Revisi UU Pilkada?
Pengamat politik Kalimantan Timur itu pun menyatakan, jika Prabowo-Gibran ingin melihat demokrasi berkembang pesat, maka pentingnya merevisi UU Pilkada ini.
Artinya, jika ini dilakukan, maka proses Pilkada bisa dikembalikan ke partai-partai di tingkat daerah. Sehingga mereka dapat menentukan kandidatnya masing-masing.
Partai Dirental
Kemudian, menurut Saipul, mestinya parpol melakukan survei dan mempublikasikan hasil survei paslonnya kepada masyarakat.
Mana di antara mereka yang tertinggi, itulah yang mestinya dijadikan paslon dari partai mereka masing-masing.
Di samping itu, dibutuhkan penguatan kepada parpol bahwa mereka yang menjadi paslon di Pilkada, harus punya batasan tertentu.
“Harus dibatasi. Misalnya ada batasan minimal 1 atau 2 tahun. Jadi anggota parpol itu, dia baru bisa dicalonkan kalau memenuhi standar tertentu,” terangnya.
Dengan begitu, parpol tidak menjadi subjek yang semata-mata fungsinya hanya disewa. Parpol, dengan demikian, mampu menunjukkan kinerjanya untuk menyiapkan calon pemimpin yang bakal dipilih oleh rakyat.
“Jadi parpol tidak berfungsi sebagai partai rental gitu, yang sebagai penyalur aja. Atau yang disewa untuk menjadi peserta Pilkada,” tandasnya.
“Tetapi parpol betul-betul melahirkan kader-kader yang memang sudah dibentuk, yang dikondisikan, dan memang layak menjadi kepala daerah,” pungkasnya. (agu)