Payload Logo
g-278820251125184908010.jpg

Galeri foto dalam perayaan 8 tahun Aksi Kamisan Kaltim, di Temindung Kreatif Samarinda, Sabtu (9/8/2025) (Dok: ali/katakaltim)||

Perayaan 8 Tahun Aksi Kamisan Kaltim: Galeri Luka, Jejak Perlawanan, dan Kekuatan Solidaritas

Penulis: Ali | Editor: Agu
10 Agustus 2025

SAMARINDA — Peringatan 8 tahun Aksi Kamisan Kaltim berlangsung berbeda tahun ini. Tidak hanya menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Kaltim, panitia menghadirkan galeri foto yang menampilkan perjalanan dan keterlibatan mereka dalam berbagai isu sejak 2017.

Suasana ini semakin istimewa dengan hadirnya Sumarsih, penggagas Aksi Kamisan sekaligus ibu korban Tragedi Semanggi I, dan Suciwati, istri almarhum Munir Said Thalib, pejuang HAM yang tewas dibunuh pada 2004.

Perwakilan Aksi Kamisan Kaltim, Naya, menjelaskan peringatan tahun ini sengaja dibuat berbeda untuk menunjukkan bahwa gerakan tersebut bukan sekadar aksi mingguan di depan kantor pemerintahan.

"Kita juga melibatkan diri dalam banyak isu, tidak memisahkan diri dari gerakan rakyat. Gerakan Kamisan itu gerakan yang terbuka bagi semuanya," ujarnya kepada Katakaltim, Sabtu 9 Agustus 2025.

Galeri yang dipamerkan memperlihatkan keterlibatan Aksi Kamisan Kaltim dalam berbagai isu.

Mulai dari advokasi lubang tambang, protes kenaikan harga BBM, kasus penghilangan nyawa, penolakan vaksin semen pada 2018, hingga penanganan banjir di Samarinda. Inilah galeri luka.

"Kita mau tunjukkan bahwa apa yang dulu-dulu kita advokasi itu bukan untuk dilupakan. Walaupun perjalanan advokasi kita tidak sempurna, perjuangan ini sudah memberikan hasil. Orang-orang yang terlibat dan sempat berjuang itu menjadi semangat bagi kami," tambahnya.

Kehadiran Sumarsih dan Suciwati disebut menjadi dorongan moral yang besar bagi para aktivis di Bumi Etam.

Menurut Naya, undangan sebenarnya tidak secara khusus ditujukan. Namun kedua tokoh tersebut justru menyatakan keinginan untuk datang dan merayakan bersama.

"Kami sempat kaget ketika mereka mengabari ingin bergabung. Kehadiran dari inisiator Kamisan dan kawan-kawan Kontras adalah proses berbagi kekuatan," tuturnya.

Momen ini juga menjadi pengingat bahwa perjuangan hak asasi manusia tidak diperoleh secara cuma-cuma dan membutuhkan keteguhan.

Suciwati, misalnya, mengaku kehadiran di Samarinda membangkitkan semangatnya setelah merasa terpukul saat kasus pembunuhan Munir dinyatakan ditutup.

Dengan adanya Aksi Kamisan di beberapa kota di Indonesia, Suciwati merasa ia tidak berjuang seorang diri.

"Bu Suci bilang, pada saat kasus Munir ditutup dan tidak bisa dilanjutkan, beliau sangat sedih. Tapi masa-masa kelam itu bisa ia lewati karena teringat bahwa keadilan tidak datang tiba-tiba, melainkan harus diperjuangkan,” terang Naya.

Selain menampilkan galeri napak tilas perjuangan, panitia juga menggelar diskusi mengenai HAM, Sastra hingga Gerakan Perempuan.

Tak hanya itu, musik dan memasak pun turut jadi pelengkap agenda, bahwa perlawanan itu tidak melulu soal turun ke jalan, lantunan kata-kata dan obrolan di atas meja makan adalah bagian dari sumbu perjuangan. (*)