Payload Logo
9-749720251125190040871.jpg
Dilihat 0 kali

Pria berinisial W (32), warga Muara Rapak, Balikpapan Utara, ditangkap setelah kedapatan membeli Pertalite bersubsidi untuk dijual kembali secara eceran, Sabtu (4/10/2025) (dok: han/katakaltim)

Polresta Balikpapan Ungkap Penyalahgunaan BBM Subsidi

Penulis: Han | Editor: Agu
4 Oktober 2025

BALIKPAPAN — Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Balikpapan membongkar praktik penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite.

Seorang pria berinisial W (32), warga Muara Rapak, Balikpapan Utara, ditangkap setelah kedapatan membeli Pertalite bersubsidi untuk dijual kembali secara eceran.

Kasat Reskrim Polresta Balikpapan, AKP Zeska Julian Taruna mengungkapkan, petugas meringkus pelaku pada Kamis (11/9/2025) di Jalan Soekarno Hatta Km 3, Kelurahan Batu Ampar, Balikpapan Utara.

Katanya pelaku menggunakan mobil Honda Brio Satya E warna hitam untuk membeli Pertalite di SPBU.

Setelah pengisian, BBM tersebut dipindahkan ke jeriken di rumahnya menggunakan pompa elektrik dan selang yang telah dimodifikasi.

“Kemudian dijual kembali secara eceran,” terang AKP Zeska, Sabtu 4 Oktober 2025.

Hasil penyelidikan mengungkap bahwa W membeli Pertalite sebanyak 35 liter menggunakan barcode miliknya.

Setelah dipindahkan ke jeriken, ia kembali ke SPBU dengan barcode lain untuk mengisi ulang jumlah yang sama. Namun, upayanya digagalkan polisi saat perjalanan pulang.

Dari tangan pelaku, polisi menyita 70 liter Pertalite, satu jeriken berisi 35 liter, satu unit mobil Honda Brio Satya E, mesin pompa elektrik, selang sepanjang satu meter, serta dua barcode.

Menurut AKP Zeska, pelaku menjual kembali Pertalite dengan harga Rp20.000 per botol ukuran 1,5 liter dan Rp14.000 per botol ukuran 1 liter. Dari bisnis ilegal itu, ia meraup keuntungan sekitar Rp2.000 hingga Rp2.500 per liter.

“Uang hasil penjualan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.

Atas perbuatannya, W dijerat Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto Pasal 40 ayat (9) UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perubahan atas UU Cipta Kerja.

“Ancaman hukumannya cukup berat, yakni penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp60 miliar,” tegas AKP Zeska. (*)