Payload Logo
l-765320251125185352418.jpg

Wakil Ketua Bidang Perumahan DPD Real Estate Indonesia (REI) Kaltim, Bambang Nurcahyo Hariadi (kiri). Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji (kanan) (dok: istimewa)

Program Gratis Administrasi Perumahan di Kaltim, Pengembang Beberkan Kendala Teknis

Penulis: Ali | Editor: Agu
26 Agustus 2025

SAMARINDA — Program Gratispol biaya administrasi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kaltim mendapat respons kalangan pengembang perumahan.

Wakil Ketua Bidang Perumahan DPD Real Estate Indonesia (REI) Kaltim, Bambang Nurcahyo Hariadi, mengungkapkan masih banyak hambatan teknis. Dampaknya belum maksimal.

Salah satu hal yang paling disorot adalah kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dinilai memberatkan sektor perumahan.

"Pemerintah jangan cari duit cepat dengan menaikkan PBB sebelum sertifikat terpecah dan balik nama ke pembeli. Kalau harga tanah seharusnya Rp100 ribu per meter, tapi NJOP tiba-tiba naik jadi Rp160 ribu, otomatis pajaknya melonjak. Itu membuat rumah tidak lagi layak (feasible) untuk dibangun," jelas Bambang saat dihubungi, Senin 25 Agustus 2025.

Menurutnya, kondisi ini berpotensi mengganggu target pembangunan 100 ribu unit rumah yang dicanangkan secara nasional.

Hingga Juli 2025, realisasi akad rumah subsidi di Kaltim baru 1.212 unit, dan mayoritas atau sekitar 800 unit berada di Samarinda. Angka tersebut masih jauh dari target tahunan 20 ribu unit.

Kendala Perbankan

Selain persoalan NJOP, Bambang juga menyoroti aturan perbankan yang membatasi akses MBR. Menurutnya, Bank cenderung melayani debitur dengan pendapatan tetap, sementara sebagian besar warga Kaltim bekerja di sektor informal.

"Saudara-saudara kita yang berdagang di pasar dengan penghasilan harian tidak bisa diakui perbankan. Padahal kemampuan bayar mereka tinggi. Kalau tidak ada skema khusus, mereka tidak akan terserap program ini," tegasnya.

Ia menambahkan, permintaan rumah dari MBR cukup tinggi, tetapi suplai unit masih terbatas. Karena itu, ia mendorong pemerintah menggandeng Bank daerah mempercepat akses pembiayaan.

"Kalau bank nasional enggan, kenapa tidak bank daerah yang turun? Rumah subsidi itu kebutuhan primer, pasti laku. Risiko kredit macet pun bisa diatasi karena pembeli pengganti mudah dicari," jelas Bambang.

Skema Bantuan Belum Jelas

Terkait mekanisme pencairan bantuan Rp10 juta per unit yang dijanjikan dalam program Gratispol, Bambang menyebutkan bahwa pengembang harus menalangi biaya terlebih dahulu.

Setelah proses jual beli rampung, barulah pemerintah daerah melakukan pembayaran.

"Sudah santer terdengar di masyarakat, tapi belum resmi dirilis. Developer jadi bingung karena pembeli sudah menunggu," ujarnya.

Meski menilai program ini mampu memangkas biaya administrasi, Bambang mengingatkan agar pemerintah juga memperhatikan posisi pengembang.

"Kalau produsen rumah atau pengembang tidak dibantu, jumlah rumah tetap terbatas meski pembelinya banyak," tegasnya.

Aliansi Tiga Asosiasi

Sebagai langkah strategis, REI Kaltim bersama HIMPERRA dan APERSI membentuk aliansi untuk memperkuat koordinasi. Mereka tengah menyusun daftar masalah yang akan disampaikan kepada Wakil Gubernur Seno Aji.

"Pemerintah sudah bergerak, tapi tantangannya tidak sedikit. Masyarakat juga perlu diedukasi agar paham bahwa pencairan dana pemerintah itu penuh proses. Kami harap semua pihak melihat program ini secara utuh, bukan hanya dari satu sisi," pungkas Bambang.

Pernyataan Gubernur

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud telah menyepakati anggaran yang digelontor untuk gratis biaya administrasi ini mencapai Rp10 miliar dari APBD Perubahan 2025.

Pemprov luncurkan program ini pada Rabu 20 Agustus 2025 di Kota Samarinda. Katanya, pembebasan biaya administrasi mulai dari notaris, hingga provisi bank. Setidaknya meringankan sekitar Rp10 juta per unit.

Gubernur menekankan program ini prioritas untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Ini memang adalah janjinya waktu kampanye.

"Ini memang merupakan janji kampanye kami," jelasnya saat ditemui awak media.

Rudy menyebut ada 177.000 masyarakat rentan. Termasuk petani, nelayan, dan pengemudi ojek online, jadi prioritas dalam program ini.

Untuk Kaltim sendiri, angka Backlog atau kesenjangan kepemilikan rumah masih cukup tinggi. Sebanyak 250.000 keluarga belum punya rumah.

"Kurang lebih sekitar 60.000 rumah yang harus segera kita benahi, dan masih ada 250.000 backlog yang ada di Kaltim," tegasnya. (*)