KUTIM — Perusahaan Kaltim Prima Coal atau PT KPC dituduh belum membayar lahan ratusan hektar milik kelompok tani Tunas Harapan, Kutai Timur.
Kelompok tani di sana berdiri sejak tahun 2001. Mereka mengaku lahan yang belum dibayar seluas 191,3 Hektar. Berlokasi di Jalan Poros Sangatta Bengalon, tepatnya di Batota.
Bakri Daeng Mattoro, penerima kuasa dari Kelompok Tani (Poktan), mengatakan Poktan tersebut punya anggota 61 orang.
[caption id="attachment_34121" align="alignnone" width="601"] Bakri Daeng Mattoro, penerima kuasa Kelompok Tani Tunas Harapan (dok:caca/katakaltim)[/caption]
Dia menjelaskan, sebelumnya Poktan punya lahan 281 Hektare. Sebagian dibebaskan PT KPC pada September 2017.
Tahun itu PT KPC membebaskan lahan seluas 60 Hektare, dengan nilai jual Rp150 Juta per hektar. Jika ditotal, mencapai Rp9 Miliar.
Selanjutnya, PT KPC kembali mau membebaskan lahan tersebut seluas 23 Hektare, dengan cara dicicil. Dan uang muka sebesar Rp400 Juta. Nahas, sampai sekarang sisanya belum juga dibayarkan.
"Namun sampai hari ini tidak ada lagi yang dibayarkan. Mereka menganggap 60 hektar yang sudah dibayarkan itu, sudah meliputi yang lain," ungkap Bakri kepada Katakaltim saat ditemui di Sangatta, Jumat 15 Agustus 2025 lalu.
Kata dia, lahan seluas 281 hektare telah ditambang KPC. Dan sejak 2017 pihak KPC telah menggusur lahan tersebut. Bahkan dituding merusak tanaman milik kelompok tani.
Alasan perusahaan menambang lahan tersebut karena perusahaan meyakini sudah membayar lahan ke kelompok tani Puma Bahari.
Padahal, kata Bakri, lahan Kelompok Tani Puma Bahari berbeda dengan lahan Kelompok Tani Tunas Harapan.
“Yang mereka bayarkan itu lahan mereka (Puma Bahari) bukan lahan kita (Tunas Harapan). Lokasinya juga jauh, ada 12 kilometer. Bahkan beda kecamatan, dan ada batas yang jelas, alam Sungai Batota," bebernya.
Lebih jauh Bakri mengaku Poktan Tunas Harapan sudah menggugat sebanyak 2 kali di pengadilan. Tapi ditolak. Akhirnya, Poktan dinilai tak mendapat keadilan.
"Kita gugat tahun 2023 Bulan Juli dan 2024 Bulan Agustus. Pada akhirnya mereka (kelompok tani) gak mendapatkan keadilan," bebernya.
Pasca gugatan mereka ditolak pengadilan pada tahun 2023, pengadilan juga mengeluarkan denah lahan.
[caption id="attachment_34123" align="alignnone" width="1131"] Denah lahan Kelompok Tani Tunas Harapan dari Pengadilan, yang sudah dibayarkan (hijau). (dok:caca/katakaltim)[/caption]
Denah itu menunjukkan bahwa sisa lahan yang belum dibayar seluas 192,3 hektar. Menunjukkan bahwa lahan 23 hektare yang kali kedua diajukan, dinyatakan lunas.
Tak ingin berlarut dengan sengkarut masalah 23 hektar, pihak Poktan lebih fokus memperjuangkan sisa lahan yang ada seluas 192,3 hektar.

Kata Bakri, di tahun yang sama, kelompok tani kembali menawarkan pembebasan lahan sebesar 1 hektar dari sisa lahan yang ada, dan ajuan tersebut diterima oleh KPC.
"Kita coba-coba lagi di 2023 Bulan Desember tanggal 14, ternyata bisa dibebaskan harganya Rp400 juta 1 hektare," bebernya.
Hal ini tentu saja membuat bingung kelompok tani, dan menguatkan fakta bahwa lahan seluas 192 hektar yang mereka perjuangkan, belum dibayarkan oleh KPC.
"Mereka bilang semua lahan sudah dibayarkan, sementara tidak ada bukti pembayaran, mereka juga tidak menunjukkan siapa di Tunas Harapan yang menerima pembayaran," tegas Bakri.
“Dan kalau sudah dibayar semua, kenapa mereka mau membebaskan lagi yang 1 hektare itu?,”sambung mencecar.
Karena fakta tersebut, Poktan kembali mengajukan gugatan di Tahun 2024. Namun lagi-lagi ditolak oleh Pengadilan Negeri Sangatta.
Bakri pun bingung. Terlebih pihak KPC enggan terbuka dan meluruskan hal-hal yang dianggap Poktan menjadi tanggung jawab mereka.
Untuk itu Bakri punya inisiatif dalam waktu dekat meminta Wakil Rakyat setempat memfasilitasi untuk bicara langsung dengan KPC.
"Dalam waktu dekat kita ketemu DPRD. Supaya ada fasilitasi. Karena sudah berulang kali kita upayakan untuk ketemu (KPC) tapi gak ada tanggapan," tandasnya.
Sementara itu, Acting Superintendent Public Communication PT KPC, Silvester Pantur, saat dihubungi pada Rabu 20 Agustus 2025, tidak memberi jawaban.
Hari ini, Kamis 21 Agustus 2025 sore, redaksi kembali menghubungi. Namun hingga 15:30 WITA, pihak KPC belum memberikan respons sama sekali. (*)











