SAMARIDA — Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tahun 2024 tercatat mencapai angka Rp2,59 triliun.
Anggota DPRD Kaltim Damayanti, menilai besarnya Silpa tersebut sebagai indikasi lemahnya serapan anggaran dan perencanaan program oleh Pemprov Kaltim.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim itu menjelaskan bahwa sebagian dari Silpa memang berasal dari peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, ia mengingatkan ada pula porsi Silpa yang menunjukkan ketidakefisienan dalam pelaksanaan program pembangunan.
"Silpa Rp2,59 triliun itu kalau kita melihat bahwasannya ada peningkatan PAD, salah satunya itu kalau nggak salah nanti di-crosscheck kembali itu sekitar Rp1,6 triliun dari perencanaan," terang Damayanti beberapa waktu lalu.
Namun ia menambahkan sekitar Rp700 miliar dari jumlah tersebut merupakan anggaran belanja yang tidak terserap.
Menurutnya, hal ini harus menjadi catatan penting dalam evaluasi kinerja Pemprov ke depan.
"Memang benar ada anggaran Silpa yang berkaitan dengan bantu belanja itu memang sekitar Rp700-an miliar, nah yang ini yang kemudian menjadi catatan kita bersama," ujarnya.
Damayanti menekankan pentingnya perencanaan matang dalam proses penganggaran, sebab menurutnya, Silpa merupakan hak masyarakat yang tidak tersalurkan dengan baik.
"Bagaimana dalam perencanaan Pemprov dalam penganggaran selanjutnya memang benar-benar memperhatikan. Jangan sampai, kalau Silpa ini kan berarti artinya menahan apa yang menjadi hak dari masyarakat ya," tegasnya.
Menanggapi kritik Legislator Kaltim asal PKB itu, Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud, menegaskan tidak semua orang memahami proses penganggaran daerah yang kompleks.
Menurut Rudy, proses penganggaran tidaklah sederhana. Ada banyak pos-pos yang harus dilalui. Belum lagi dirinya yang menjabat sebagai Gubernur Kaltim saat memasuki akhir periode penganggaran.
Pernyataan itu Gubernur sampaikan saat menggelar Coffe Break bersama Jurnalis se-Kaltim Sabtu lalu.
"Jadi, kalau kemarin ada yang bilang ini silpanya Rp2 triliunan, enak aja kamu. Dia enggak tahu bagaimana prosesnya, pos-posnya ada di mana-mana itu. Itu yang enggak dipahami. Apalagi kalau masuknya di akhir tahun. Ini enggak bisa dipakai lagi," ucap Rudy. (*)











