PENAJAM — Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) bersiap menghadapi tekanan fiskal terbesar dalam satu dekade.
Proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 diperkirakan hanya mencapai sekitar Rp1,3 triliun, turun hampir 50 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Bupati PPU Mudyat Noor mengatakan penyusutan ini terutama disebabkan oleh merosotnya Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat.
“Prediksi terakhir kita bisa maksimalkan di Rp1,3 triliun. Turunnya hampir 50 persen dari awal yang Rp2,6 triliun,” ujar Mudyat Noor, saat ditemui di Kantor Bupati PPU, Rabu 12 November 2025.
Laporan Badan Keuangan Daerah (BKD) PPU menunjukkan bahwa dari estimasi pendapatan Rp1,4 triliun, sekitar Rp780 miliar terserap untuk belanja pegawai.
Di sisi lain, belanja mandatori termasuk pembiayaan program BPJS yang menjadi kewajiban daerah juga mempersempit ruang gerak fiskal.
“Nilainya besar itu, empat puluh miliar lebih. Belum operasional kantor, ada berapa kantor itu,” kata Mudyat.
Meski tekanan anggaran meningkat, Mudyat memastikan wacana pemangkasan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) belum akan dilakukan.
Ia menegaskan pemotongan TPP hanya akan dilakukan jika seluruh skema belanja gagal memenuhi standar pelayanan minimal.
“Kalau bisa, pemotongan TPP itu kita hindari dulu. Prioritas kita layanan dasar, standar pelayanan minimal. Selama itu bisa terpenuhi, ya tidak kita ganggu,” ujarnya.
Ia menambahkan yang dimaksud layanan dasar dalam konteks fiskal sebenarnya mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) indikator pelayanan publik yang wajib dipenuhi pemerintah daerah.
“SPM itu dulu. Kalau itu saja sudah tidak bisa terpenuhi, baru kita bicara opsi lainnya,” kata Mudyat.
Untuk menjaga agar layanan publik tetap berjalan tanpa mengurangi hak pegawai, Pemkab PPU kini mencari formula baru dalam penataan belanja 2026.
“Kita sedang mencari formulasi khusus supaya pelayanan tetap jalan,” tukasnya.
Ia mengatakan tekanan fiskal tidak saja datang dari belanja pegawai dan mandatori, tapi juga dari kebutuhan operasional kantor dan unit layanan di kecamatan yang belum seluruhnya masuk hitungan anggaran.
“Itu kan belum termasuk belanja operasional. Kita masih menghitung lagi,” tutup Mudyat. (Adv)








