SAMARINDA — Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda gelontorkan anggaran Rp1 Triliun lebih untuk tangani puluhan hektar titik rawan banjir di Kota Samarinda.
Data itu disajikan oleh Kepala Bidang Sumber Daya Air, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Samarinda, Hendra Kusuma.
"Untuk tahun 2023, total anggaran sebesar Rp 487.514.818.112, dan di tahun 2024 sebesar Rp 688.615.257.534," tulis Hendra kepada katakaltim beberapa waktu laluZ
Kata dia, anggaran itu digunakan untuk menangani berbagai aspek yang dinilai menjadi faktor-faktor penyebab banjir, mulai dari hal-hal teknis hingga pengerjaan fisik. Pemkot Samarinda setidaknya telah menangani puluhan hektar yang menjadi titik rawan banjir.
"Luas kawasan rawan banjir yang ditangani pada tahun 2023-2024 adalah 35 ha," tulis Hendra.
Menurutnya, dalam menangani masalah banjir, tak sedikit kendala yang ditemukan di lapangan, mulai dari konflik-konflik yang bersinggungan dengan masyarakat hingga hal-hal teknis saat melakukan perbaikan infrastruktur.
"Permasalahan sosial yang kerap bersinggungan dengan lahan dan bangunan milik warga serta utilitas seperti pemindahan pipa PDAM, tiang listrik dan telekomunikasi yang berada di jalur saluran drainase," tutupnya.
Menanggapi itu, Anggota DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar memberi apresiasi pemerintah. Karena penanganan banjir terlihat jelas.
Namun masih ada sejumlah titik yang tergenang jika hujan mengguyur dan air meluap. Untuk itu dia mendorong agar pemerintah selalu sigap dan melakukan perencanaan matang dalam menangani persoalan banjir.
Dia mau ada blueprint atau green design dalam penanganan banjir. Artinya tidak dikerja hanya kerja satu titik saja.
“Hari ini dikerja satu titik, besoknya pindah ke titik lain lagi. Artinya kita butuh penyelesaian keseluruhan,” ucap Deni belum lama ini.
Dia mengaku pihaknya memberi apresiasi ihwal proyek drainase dan kolam retensi. Namun dia minta data teknis lengkap. Supaya pihaknya bisa menyampaikan ke publik sebab dan solusi banjir.
“Jadi kita minta supaya publik bisa tau. Dan tentu saja agar lebih transparan,” tandasnya.
Mengenai realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2025, serapannya baru 20 persen. Meskipun rencana program sudah sampai 90 persen.
Untuk itu Deni mengingatkan jangan sampai pengejaran terlambat dan merugikan masyarakat. “Kalau terus terlambat, waktu pengerjaan sempit. Dan kita yakin kualitasnya bisa turun.”
Dirinya berharap agar bukan hanya persoalan banjir, berbagai proyek strategis juga bisa dikerjakan dengan baik dan tentu saja selesai dengan tepat waktu. (Adv)












