KUTIM — Ketua DPRD Kutim, Jimmi, mengaku belum puas dengan hasil mediasi Pemkab Kutim dan Pemkot Bontang soal tapal batas wilayah.
Pernyataan itu Jimmi sampaikan usai mengikuti forum mediasi kedua belah pihak soal perkara tapal batas Kampung Sidrap, berlangsung di Jakarta, Kamis 31 Juli 2025.
"Sebenarnya kita belum puas. Tapi di sisi lain kita selalu berkutat di permasalahan itu-itu aja terus. Padahal peraturan sudah jelas," ungkap Jimmi kepada Katakaltim melalui sambungan telepon.
Dia juga menyatakan bahwa Kutim bersitegas menolak kehendak Pemkot Bontang mengambil alih daerah Sidrap.
Jimmi meluruskan, masalah ini bukannya Kutim tidak mau sekalipun memiliki wilayah yang luas, tetapi Kutim sangat taat dengan regulasi yang berlaku.
“Kita taat regulasi. Itu aja intinya,” tegas politisi PKS itu.
Lebih lanjut, terkait ketidakpuasan dari hasil mediasi, Jimmi menuturkan seharusnya ada pembahasan ihwal kejelasan identitas warga yang bermukim di Kampung Sidrap.
Karena itu, DPRD minta pemerintah untuk segera menyurati Pemkot Bontang untuk bisa sama-sama menertibkan kependudukan di Kampung Sidrap.
“Masyarakat yang tadinya tinggal di wilayah Kutim harus ber-KTP Kutim dan kalau tinggal di wilayah Bontang ya ber-KTP Bontang," ujar Jimmi.
Menurutnya masyarakat dan pemerintah di kedua daerah, harus taat sama aturan. "Enggak boleh kita tinggal di wilayah orang lain terus mengaku-ngaku wilayahnya," tandas Jimmi.
Jimmi lagi-lagi meminta dengan tegas, bahwa pemerintah harus memfasilitasi antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) kedua daerah ini berkaitan dengan identitas (KTP) warga.
“Jadi kita minta secara tegas nih. Harus jelas ini kependudukan,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemkot Bontang dalam fasilitasi mediasi ini, mengusulkan Dusun Sidrap seluas kurang lebih 164 Ha, agar menjadi bagian wilayah administrasi Kota Bontang. Terhadap permohonan itu, Pemkab Kutim bersama DPRD Kutim menolak tegas.
Untuk itu, berdasarkan keterangan pihak Kemendagri, dalam mediasi tersebut disepakati agar Gubernur Kaltim bersama kedua belah pihak akan melakukan survei lapangan.
Kemudian, Gubernur Kaltim akan melaporkan hasil survei lapangan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). (*)












