BONTANG — Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Bontang lambat tangani korban kekerasan. Alasannya, pegawai tetap psikolog klinis nihil.
Korban kekerasan mestinya mendapat standar pelayanan 3 sampai 6 kali pengobatan psikologi klinis.
Tapi, korban kekerasan di Bontang hanya mendapat rata-rata satu kali pengobatan.
Kepala UPTD PPA, Sukmawati, menjelaskan rencananya akan buat kontrak kerja dengan tenaga ahli psikolog klinis khusus, yang bisa intens tangani korban kekerasan.
“Kami masih dalam menentukan SHS (Standar Harga Satuan) nya terlebih dulu,” ungkapnya, Jumat, 19 Desember 2025.
SHS merupakan syarat administrasi pemerintahan sebagai dasar pengusulan rencana anggaran tertentu.
Termasuk rencana anggaran untuk gaji kontrak tenaga ahli psikolog klinis di UPTD PPA Bontang.
Pihaknya perlu survei gaji psikolog klinis di 3 daerah berbeda untuk menentukan SHS yang bakal diajukan ke APBD.
“Harapannya tahun depan 2026 sudah bisa ya (rekrut tenaga ahli psikolog klinis),” pintanya.
Lebih jauh, UPTD PPA Bontang hanya bisa sesuaikan waktu luang psikolog klinis yang sudah bekerja sama dengan mereka.
Ia menceritakan pernah mendatangkan psikolog klinis dari UPTD PPA Kaltim untuk penanganan tambahan.
Biasanya diberlakukan untuk korban dengan kasus yang tergolong berat. “Kalau mau melakukan penanganan 100 persen ya saat ini belum bisa,” ujarnya.
Diketahui UPTD PPA Bontang menerima anggaran sebanyak Rp1 miliar dari APBD dan Rp500 juta dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Bangunan yang baru rampung Desember 2024 itu masih dalam upaya melengkapi fasilitas sarana prasarana yang medukung pelayanan.
“Karena kan gedungnya baru, jadi masih coba melengkapi semua (fasilitasnya),” imbuhnya. (*)










