Penulis: Aulida Eurina Nurrasyidni, Mahasiswi UINSI jurusan Bimbingan dan Konseling Islam
KATAKALTIM — Ketika saya pertama kali mengetahui akan ditempatkan di SLB Negeri Pembina untuk melaksanakan PKL, pikiran saya langsung penuh dengan tanda tanya.
“Apa yang akan saya lakukan di sana? “Bagaimana cara saya berinteraksi dengan anak-anak berkebutuhan khusus?”
“Akankah saya mampu memahami dan membimbing mereka dengan baik?”
Namun, semua kekhawatiran itu perlahan berganti menjadi pengalaman yang begitu bermakna. Terutama ketika saya ditempatkan di kelas autis terapi.
Di kelas ini, saya belajar bahwa setiap langkah kecil dalam membangun kepercayaan adalah proses yang sangat berharga.
Awalnya, beberapa siswa menolak ketika saya mencoba mendekat. Ada yang tidak mau saya sentuh, bahkan salah satu anak sempat mengamuk saat masuk kelas.
Tapi saya terus berusaha melakukan pendekatan dengan perlahan, tanpa paksaan hanya dengan kesabaran dan hati yang tulus.
Hari demi hari berlalu, suasana mulai berubah. Mereka mulai terbiasa dengan kehadiran saya. Bahkan, ada satu momen yang begitu menyentuh hati.
Ketika salah satu murid yang awalnya menolak disentuh, kini justru mencari tangan saya saat teman PKL lain mencoba memegangnya.
Saat itu, saya menyadari kepercayaan yang tumbuh dari hati tidak datang dengan cepat, tetapi sangat berarti ketika akhirnya hadir.
Selain di kelas autis, saya juga berinteraksi dengan murid tuna grahita, tuna rungu, bahkan anak-anak dengan Down Syndrome (DS). Mereka semua memiliki keunikan dan kehangatan tersendiri.
Banyak dari mereka yang justru lebih dulu menyapa, mengajak bercerita, atau sekadar tersenyum ramah setiap kali saya lewat di depan kelas. Suasana sekolah selalu terasa hidup dan penuh semangat.
Sambutan hangat setiap pagi, sapaan tulus dari para siswa, dan keramahan guru-guru SLB Negeri Pembina menjadikan lingkungan sekolah ini terasa seperti keluarga kedua.
Guru-guru di sana tidak hanya mengajar, tapi juga membimbing dengan hati.
Mereka sabar, terbuka, dan selalu siap membantu mahasiswa PKL memahami karakter setiap anak.
Karena itulah, kami yang melaksanakan PKL di SLB Negeri Pembina tidak memerlukan waktu lama untuk merasa dekat baik dengan siswa maupun dengan para guru.
Banyaknya kegiatan dan program sekolah yang melibatkan siswa membuat kami semakin menyatu.
Melihat anak-anak berpartisipasi dengan antusias dalam berbagai acara menumbuhkan rasa bahagia dan bangga tersendiri.
Di sini saya belajar bahwa kebahagiaan sejati dalam pendidikan muncul dari hubungan yang tulus antara guru, siswa, dan lingkungan sekitar.
PKL di SLB Negeri Pembina bukan sekadar kegiatan akademik, melainkan perjalanan batin.
Saya belajar tentang kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan dalam mendidik.
Bahwa setiap anak, dengan segala keunikannya, memiliki cara sendiri untuk menunjukkan cinta dan potensi.
Saya datang dengan rasa ingin tahu, tapi pulang dengan hati yang penuh syukur.
SLB Negeri Pembina telah mengajarkan saya bahwa pendidikan sejati dimulai dari hati, dari keberanian untuk memahami, menerima, dan mendampingi dengan kasih. (*)






