Payload Logo
DPRD Kutim
-23720251125184738721.jpg
Dilihat 696 kali

Ratusan Ojol Maxim lakukan aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Kaltim, Kota Samarinda, Senin 4 Agustus 2025 (dok: Ali/katakaltim)

Demonstran Maxim Menilai Pemprov Kaltim Lancarkan Aksi Premanisme, Segel Kantor Tanpa Dasar Hukum yang Jelas

Penulis: Ali | Editor: Agu
4 Agustus 2025

SAMARINDA — Penutupan kantor operasional Maxim di Samarinda oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menuai protes keras dari pihak pengemudi Ojek Online (Ojol).

Koordinator Maxim Samarinda, Tajuddin Ayub, menilai tindakan tersebut sebagai bentuk premanisme yang dilakukan oleh pejabat publik tanpa dasar hukum yang jelas.

Ditemui di sela-sela gelaran aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur, Senin 4 Agustus 2025, Tajuddin membeberkan Wagub Kaltim, Seno Aji, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penutupan tersebut.

"Ini perlakuan Pak Seno, Wakil Gubernur, sewenang-wenang. Penutupan kantor itu adalah bentuk premanisme, bukan karena dasar hukum. Bukan karena melanggar regulasi," tegas Tajuddin.

"Kami bisa buka itu (secara) paksa karena dia sudah melanggar hukum. Tapi kami enggak mau. Siapa yang nutup, dia juga yang harus buka. Dan kami harus menyaksikan itu," tambahnya.

Menurut Tajuddin, tindakan penutupan kantor Maxim tidak memiliki kekuatan hukum. Ia menilai peraturan yang digunakan sebagai dasar tindakan tersebut tak mengandung sanksi administratif sebagaimana seharusnya dalam regulasi yang sah.

"Coba tunjukkan kepada saya, di SK Gubernur ada enggak poin bahwa kalau kita tidak mengikuti regulasi, ada sanksi? Tidak ada. Memang betul pemerintah daerah diberi wewenang dari pusat untuk mengatur tarif taksi online, tapi hanya untuk tarif per kilometer, bukan tarif awal," jelasnya.

Lebih lanjut, Tajuddin menganggap Pemerintah Provinsi Kaltim sedang membuat kebijakan sepihak tanpa melalui proses hukum yang benar.

"Kalau pemerintah daerah buat-buat sendiri itu sama saja mengangkangi hukum yang lebih tinggi," ujarnya.

Tajuddin juga membantah tudingan yang menyebut pihak Maxim tidak aktif dalam diskusi-diskusi bersama pemerintah terkait regulasi transportasi daring. Ia menegaskan sangat aktif dalam proses pembahasan sejak awal.

"Tiba-tiba dia menuduh kami tidak pernah hadir setiap ada diskusi. Kami yang paling aktif. Wakil Gubernur itu baru menjabat, jadi tidak tahu proses penerbitan SK Gubernur itu. Saya sendiri terlibat, tapi setelah sadar bahwa SK Gubernur itu cacat hukum, saya mundur," ungkap Tajuddin.

Rasa kecewa pun tak bisa disembunyikan Tajuddin, terutama atas dampak langsung penutupan kantor terhadap ribuan mitra driver Maxim di Samarinda.

"Kecewa, keputusan sepihak itu menutup kantor yang berdampak pada kelangsungan teman-teman semua di Maxim. Ini soal piring nasi," katanya.

Dirinya pun dengan gamblang menyebut tindakan penutupan itu sebagai bentuk premanisme yang dilakukan oleh Pemprov Kaltim.

"Apa yang dilakukan Pak Seno itu adalah bentuk premanisme yang tidak berdasar hukum. Kalau tidak ada kekuatan hukum, ormas saja yang bisa lakukan seperti itu. Kalau pemerintah melakukannya, berarti dia bagian dari premanisme," lanjutnya.

Menyikapi pernyataan Asosiasi Mitra Komunitas Bersatu (AMKB) yang menyebut driver Maxim bisa ditampung oleh aplikator lain seperti Grab dan Gojek jika kantor tetap ditutup, Tajuddin menyebut klaim tersebut tidak realistis.

"Omong kosong. Bagaimana mungkin? Mereka sudah tutup pendaftaran dari tahun-tahun sebelumnya. Mampu enggak mereka menampung ribuan driver begini?" kritiknya.

Ia juga menekankan bahwa Maxim telah menjalankan kewajiban sesuai regulasi, termasuk terkait izin dan potongan jasa yang lebih rendah dari batas maksimum yang ditentukan Kementerian Perhubungan.

"Tunjukkan regulasi apa yang dilanggar oleh Maxim. ASK ada, izin unit ada, potongan sesuai aturan kementerian. Maksimal 15 persen, kami terapkan hanya 8 persen," terang Tajuddin.

Sebagai solusi, Tajuddin menyatakan kesiapannya untuk duduk bersama Pemprov dan manajemen Maxim untuk menyusun ulang tarif serta mengevaluasi regulasi yang ada.

"Saya janji, kalau kantor buka, kami akan melakukan penyusunan tarif bersama pimpinan Maxim. Saya cuma minta buka dulu, sambil kita diskusi, apa sih kelemahan SK ini?" pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Wagub Kaltim, Seno Aji, mengatakan kantor Maxim akan tetap ditutup sebelum mereka mengikuti SK Gubernur terkait pengaturan tarif ojol.

"Kita yang pertama semua aplikator harus mengikuti aturan SK Gubernur, kalau mereka sudah mengikuti SK, maka kantor akan kita buka," ucap Seno saat ditemui usai mengikuti Rapat Paripurna di DPRD Kaltim di hari yang sama.

Seno berencana akan menggelar pertemuan bersama pihak Maxim beserta mitranya dan berharap bersedia mengikuti SK Gubernur yang ada.

"Nanti kami akan diskusikan dengan mitra Maxim apakah mereka pindah ke aplikator yang lain, kalau dari diskusi alot dan Maksim maunya menyendiri, tidak mau mengikuti SK. Tapi mudah-mudahan mau karena tadi kita sudah diskusikan," pungkasnya. (*)