KALTIM — Sebanyak 36 perusahaan tambang batubara di Kalimantan Timur (Kaltim) “nakal”, menabrak regulasi.
Mereka pun mendapat sanksi dari Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) berupa pemberhentian sementara.
Mendengar informasi itu, DPR RI Dapil Kaltim, Syafruddin, meminta secara tegas agar pengawasan tambang di Kaltim harus diperketat.
Dia mengkritik efektivitas Inspektur Tambang yang dinilainya tak mampu menjalankan fungsi pengawasan dan kontrol lapangan dengan optimal.
Politisi PKB itu membeberkan, kendala utamanya karena personel, kendaraan, dan anggaran operasional yang terbatas.
“Bayangkan, mereka mengeluh fasilitasnya terbatas, uang operasional terbatas, sedangkan untuk keliling mengawasi tambang butuh personel yang memadai,” ucapnya kepada awak media di Samarinda, Minggu 13 Oktober 2025.
Olehnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), ia meminta agar fungsi pengawasan dialihkan ke daerah dan jumlah personel Inspektur Tambang harus ditambah.
Ini mendesak, kata dia, mengingat perusahaan tambang berizin (legal) di Kaltim lalai membayar Dana Jaminan Reklamasi (Jamrek).
DPR RI Komisi XII itu pun menegaskan, jika dalam waktu 60 hari perusahaan tersebut tetap tidak membayar Jamrek, DPR akan mendorong Kementerian ESDM untuk mencabut izin mereka.
“Ini terkait keberlangsungan reklamasi. Bagaimana mungkin negara memberi izin beroperasi, tetapi mereka tidak menyetor jaminan reklamasinya?” cecar Syafruddin.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM jatuhkan sanksi kepada para pemegang izin usaha pertambangan (IUP) batubara di Kaltim.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno, menyampaikan sanksi tersebut berupa pemberhentian sementara kepada 36 perusahaan pemegang IUP.
Sanksi diberikan karena perusahaan nakal. Tabrak aturan. Tidak menempatkan jaminan reklamasi dan pasca tambang sesuai regulasi.
Padahal, kewajiban mereka jelas-jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018.
Pun diberi sanksi, pemegang IUP tetap wajib mengelola, memelihara, merawat, dan memantau lingkungan di kawasan tambang.
Kementerian menyatakan, sanksi penghentian otomatis dicabut jika perusahaan telah menyerahkan dokumen rencana reklamasi.
“Secara otomatis batal apabila Saudara telah mendapatkan surat penetapan dan menempatkan Jaminan Reklamasi sampai dengan tahun 2025,” ucap Tri Winarno.
36 Tambang yang Disanksi
Adapun 36 perusahaan Batubara di Kaltim yang diberhentikan sementara antara lain:
1. CV Ayu Wulan Lestari
2. CV Gudang Hitam Prima
3. CV Karya Putra Bersama
4. CV Mangkuradaja
5. CV Muhammad Haikal
6. CV Rahmat
7. CV Rahmat Nikmat
8. Koperasi Banua Bersama
9. Koperasi Pertambangan Mupakat Taka
10. Koperasi Pertanian Amanah Bersama
11. KSU Cipta Karya Tani
12. KSU Gelinggang Mandiri
13. KSU Karya Desa
14. KSU Putra Mahakam Mandiri
15. KSU Tana Danum Taka
16. KUD Padat Karya
17. PT Alam Surya
18. PT Ayus Putra Perkasa
19. PT Borneo Indo Mineral
20. PT Bramudana
21. PT Dian Jaya Artha
22. PT Energi Cahaya Industritama
23. PT Jaya Mineral
24. PT Kevindo Ratu Mineral
25. PT Lunto Bioenergi Prima
26. PT Megatama Power Engineering
27. PT Mitra Energi Agung
28. PT Mitra Handayani Sejahtera
29. PT Mitramega Ocean Global Indonesia
30. PT Multi Sarana Perkasa
31. PT Pelita Makmur Sejahtera
32. PT Sela Bara
33. PT Sentosa Bara Jaya Utama
34. PT Surya Cipta Mahakam
35. PT Tambang Mulia
36. PT Zefina Bara Energi
Diketahui, berdasarkan keputusan Kementerian ESDM, sebanyak 190 perusahaan di seluruh Indonesia yang diberhentikan sementara.
Untuk di pulau Kalimantan, 36 perusahaan batubara di Kaltim yang diberhentikan. Kalimantan Selatan (Kalsel) ada 4 perusahaan batubara.
Kalimantan Tengah (Kalteng) sebanyak 26 perusahaan batubara. Sementara itu Kalimantan Utara (Kaltara) ada 1 perusahaan batubara.
Tanggapan ESDM Kaltim
Sementara itu Dinas ESDM Kaltim mengaku akan memantau perkembangan 36 perusahaan tersebut.
Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) ESDM Kaltim, Achmad Pranata, mengaku berdasarkan regulasi pengawasan dan pembinaan terhadap batu bara, mineral, dan logam bukanlah kewenangan daerah.
“Meskipun bukan kewenangan kami, tapi kami akan upayakan. Kami akan iringin atau pandu atau pantau bagaimana perkembangannya,” ujarnya saat ditemui di Samarinda, Minggu 12 Oktober 2025.
Pihaknya baru akan koordinasi dengan pemerintah pusat agar pengawasan berjalan lebih efektif.
“Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terutama Kepala Inspektur Tambang yang berlokasi di Jakarta,” ucap Pranata. (*)










