SAMARINDA — Anggota DPR RI Dapil Kaltim, Syafruddin, soroti rencana pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat hingga 50 persen pada 2026.
Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi merugikan Kaltim sebagai salah satu daerah penghasil sumber daya alam terbesar di Indonesia.
Politisi PKB itu mengaku prihatin dengan rencana pemotongan ini. Pemerintah pusat harusnya lebih objektif menentukan daerah mana yang layak dipotong dan mana yang tidak.
"Saya sebagai anggota DPR RI Dapil Kalimantan Timur sebenarnya agak sedikit bersedih karena Kalimantan Timur terutama dana bagi hasilnya itu mengalami kekurangan alias dipotong," ujarnya saat ditemui di Samarinda, Kamis (4/9/2025).
Ia menekankan, Kaltim merupakan salah satu penyumbang besar bagi pendapatan negara, sehingga seharusnya tidak dirugikan dengan kebijakan pemotongan DBH.
"Kalimantan Timur ini kan daerah penghasil. Jangan sampai masyarakat di bawah itu tidak menikmati apa yang menjadi hasil sumber daya alamnya," tegas Syafruddin.
Menurutnya, kalau dana bagi hasil dipotong, maka daerah tidak bisa bergerak lagi untuk membangun infrastruktur, menjawab kebutuhan rakyat, terutama kebutuhan dasar seperti air dan listrik.
Syafruddin khawatir, kebijakan pemotongan DBH berdampak pada pembangunan daerah, hingga menimbulkan persoalan distribusi kebutuhan pokok seperti di Mahakam Ulu yang sempat mengalami lonjakan harga.
"Kalimantan Timur punya lahan dan hutan. Kalau hasil eksploitasi SDA tidak dikembalikan, saya khawatir akan muncul kendala distribusi bahan pokok, seperti yang sempat terjadi di Mahakam Hulu," tegasnya.
Lebih lanjut, anggota Badan Anggaran DPR RI itu menuturkan bahwa hingga kini ia belum menerima informasi resmi terkait rencana pemotongan tersebut.
Namun ia memastikan akan segera mempertanyakannya kepada Kementerian Keuangan.
"Sejauh ini saya belum mendapatkan informasi itu. Tapi nanti saya akan pertanyakan kepada Kementerian Keuangan alasannya kenapa dana bagi hasil dipotong atau dikurangi," ungkap Syafruddin.
Ia menambahkan, berdasarkan informasi yang ia terima, DBH sebenarnya tidak dipotong, melainkan ditunda pencairannya karena kondisi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"APBN kita itu 3.750 triliun, sedangkan proyeksi pendapatan hanya 3.140 triliun. Maka defisitnya 640 triliun. Mungkin ini yang mengakibatkan adanya pending terkait DBH," jelasnya.
Syafruddin menegaskan, pihaknya akan terus menyuarakan agar pemerintah pusat mempertimbangkan kembali rencana pemotongan DBH untuk Kalimantan Timur.
"Kontribusi Kaltim untuk APBN sangat besar, tapi yang kembali ke daerah kecil. Ini yang harus kita perjuangkan," pungkasnya. (*)













