Iran -- Amerika Serikat (AS) sedang bersiap siaga dan waspada menghadapi kemungkinan serangan Iran yang menargetkan asetnya dan Israel.
Seorang pejabat AS mengatakan bahwa Iran akan meluncurkan serangan balasan sebagai tanggapan atas serangan Israel terhadap Kedutaan Iran di Damaskus, Suriah.
Baca Juga: 100 Hari Genosida Israel, Ribuan Massa Gelar Doa dan Demonstrasi Depan Kedubes AS
“Kami benar-benar berada pada tingkat kewaspadaan yang tinggi,” kata pejabat itu saat mengkonfirmasi laporan, serangan bisa terjadi pekan depan, dilansir Reuters, Sabtu (6/4/2024).
Baca Juga: Terkait Isu Kemanusiaan di Gaza, Presiden Iran Sebut Masjid Negara Muslim Mesti Tingkatkan Kesadaran
Pesawat-pesawat tempur Israel mengebom kedutaan Iran di Damaskus dalam sebuah serangan yang menewaskan seorang komandan militer Iran dan menandai peningkatan besar dalam perang Israel dengan musuh-musuh regionalnya.
6 proyektil dari jet tempur F-35 di kawasan Mezzeh di Damaskus Barat, tempat Kedutaan dan Konsulat Iran berada, pada Senin (1/4/2024) sekitar pukul 14.00 GMT.
Korps Pengawal Revolusi Islam Iran mengatakan 7 orang penasihat militer Iran tewas dalam serangan itu, termasuk Mohammad Reza Zahedi, seorang komandan senior Pasukan Quds, yang merupakan pasukan elit spionase dan paramiliter asing.
Gedung konsulat hancur total. Duta Besar Iran Hossein Akbari ada di lokasi tetapi tidak terluka dari serangan tersebut.
Kompleks tersebut juga mencakup bangunan tempat para pejabat IRGC biasanya tinggal.
Salah satu proyektil menghantam bangunan yang digunakan untuk pertemuan dengan organisasi Lebanon dan Palestina
Sementara itu, Iran menekankan bahwa pihaknya berhak untuk mengambil tindakan tegas dan mengirimkan serangan balasan kepada Israel.
Presiden AS Joe Biden membahas ancaman dari Iran melalui panggilan telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, pada Kamis (4/4/2024).
“Tim kami telah melakukan kontak secara teratur dan berkelanjutan sejak saat itu. Amerika Serikat sepenuhnya mendukung pertahanan Israel terhadap ancaman dari Iran,” kata seorang pejabat senior pemerintahan Biden. (*)