Payload Logo
g-851220251125185604257
Dilihat 0 kali

Konferensi Pers Polresta Samarinda terkait kasus bom molotov, Jumat 5 September 2025 (dok: Ali/katakaltim)

Kasus Bom Molotov, Kapolresta Samarinda Setujui Penangguhan Penahanan 4 Mahasiswa Unmul

Penulis: Ali | Editor: Agu
5 September 2025

SAMARINDA — Polresta Samarinda mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap 4 mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul), Jumat 5 September 2025.

4 mahasiswa itu sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan bom molotov di Jalan Banggries, Kecamatan Sungai Kunjang, pada Minggu 31 Agustus 2025.

Keempat mahasiswa berasal dari Program Studi Sejarah FKIP Unmul. Mereka sempat ditahan usai polisi identifikasi adanya dugaan keterlibatan mereka dalam pembuatan bom molotov yang rencananya digunakan pada aksi 1 September 2025 di DPRD Kaltim.

Namun, setelah mempertimbangkan berbagai aspek, penyidik memutuskan untuk memberikan penangguhan penahanan.

Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menegaskan, langkah itu tetap berada dalam koridor hukum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Proses penahanan adalah kewenangan penyidik dengan sejumlah pertimbangan, seperti mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti. Tetapi KUHAP juga mengatur secara jelas mengenai mekanisme penangguhan penahanan," jelas Hendri saat menggelar konferensi pers, Jumat (5/9/2025).

Menurutnya, Pasal 31 KUHAP memberikan ruang bagi tersangka atau terdakwa untuk memperoleh penangguhan penahanan dengan syarat tertentu, misalnya jaminan uang, jaminan orang, ataupun syarat lain yang ditetapkan penyidik, penuntut umum, atau hakim.

"KUHAP secara tegas mengatur bahwa penangguhan penahanan dimungkinkan dengan jaminan. Jadi mekanisme ini sah secara hukum, asalkan ada pihak yang menjamin dan tersangka tetap kooperatif," terang Hendri.

Dalam kasus ini, Rektor Unmul sendiri yang mengajukan jaminan langsung kepada kepolisian. Hal itu menjadi alasan kuat bagi penyidik dalam mengambil keputusan.

"Kami sangat menghargai upaya hukum yang dilakukan pihak Rektor Unmul. Beliau adalah penanggung jawab tertinggi dari para mahasiswa ini. Artinya, ada komitmen pembinaan langsung dari kampus," kata Hendri.

Kapolresta juga mengingatkan bahwa pertimbangan kemanusiaan turut menjadi dasar keputusan ini. Sebab, keempat mahasiswa tersebut masih aktif menempuh pendidikan.

"Mereka masih semester lima, ada yang semester tujuh, dan ada pula yang sedang skripsi. Pasti masih butuh proses pembelajaran dan pendampingan dari universitas," ujarnya.

"Oleh karena itu, selain menjalani proses hukum, mereka tetap mendapat kesempatan menyelesaikan kewajiban akademiknya," sambungnya.

Meski begitu, penangguhan penahanan tersebut bukan berarti tanpa kewajiban. Para mahasiswa diwajibkan menjalani wajib lapor dua kali dalam sepekan, setiap Senin dan Kamis, ke Satreskrim Polresta Samarinda.

"Mereka juga wajib melaksanakan kewajiban lapor, hadir langsung ke penyidik, serta tidak meninggalkan kota demi kepentingan penyidikan," tegas Hendri.

Ia juga menegaskan, bila ada pelanggaran komitmen, penangguhan bisa dicabut sewaktu-waktu.

"Kita tetap jalankan proses hukum secara tegas, tapi juga mempertimbangkan asas kemanfaatan," imbuhnya.

Lebih jauh, Hendri menilai komunikasi yang terjalin dengan pihak universitas merupakan bentuk sinergi penting dalam menangani kasus ini.

"Kami ingin kasus ini menjadi pembelajaran bagi adik-adik mahasiswa agar lebih hati-hati dalam menerima ajakan atau perintah dari siapa pun. Jangan sampai terbawa arus hingga melakukan hal-hal yang bisa mengganggu ketertiban umum," ucapnya.

Ia berharap, keputusan tersebut bisa memberi ruang bagi para mahasiswa untuk memperbaiki diri tanpa mengabaikan proses hukum yang berjalan.

"Kita harapkan mereka bisa berubah ke arah yang lebih baik. Mereka masih generasi muda yang berpotensi besar untuk memberi kontribusi positif bagi bangsa," pungkas Hendri. (*)