KUBAR — Kisruh dualisme kepengurusan lembaga adat besar di Kabupaten Kutai Barat (Kubar) kembali mencuat.
DPRD setempat menilai pemerintah daerah harus segera memberikan kepastian hukum agar masyarakat tidak bingung menentukan lembaga adat mana yang sah.
Anggota DPRD Kubar, Agus Sofian, mengatakan rapat dengar pendapat (RDP) bersama perwakilan lembaga adat yang digelar pada Senin (25/8) lalu belum menghasilkan kesimpulan. Sebab, pemerintah yang berwenang justru tidak hadir.
“Kami mau dalam hearing pemerintah hadir, terutama bagian hukum. Karena kami tidak tahu juga kalau ada dualisme. Kasihan masyarakat, mereka jadi tidak ada kepastian mau berurusan di lembaga mana,” kata Agus kepada awak media, Selasa 26 Agustus 2025.
Agus menjelaskan, dewan sudah mendengar seluruh penjelasan lembaga adat. Namun, tanpa kehadiran pemerintah, masalah dualisme tersebut belum dapat diputuskan.
“Karena mereka belum hadir, maka kesepakatan kita akan menjadwalkan ulang. Supaya nanti kita bisa mendengar langsung dari pemerintah, kira-kira mana yang mendapat legitimasi sebagai lembaga adat besar,” ungkapnya.
Menurut Agus, DPRD hanya berperan sebagai fasilitator. Penentuan lembaga adat yang sah sepenuhnya di tangan pemerintah daerah.
“Maka kami akan panggil dinas yang bersangkutan, termasuk bagian hukum. Ini supaya jelas mana yang mendapat legitimasi,” tegasnya.
Persoalan dualisme ini muncul setelah pemerintah daerah disebut membentuk Presidium Dewan Adat (PDA).
Padahal, kepengurusan lembaga adat besar sebelumnya masih memiliki sisa masa jabatan sekitar dua tahun.
Selain itu, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) juga disebut ikut mengesahkan PDA. Kondisi tersebut dinilai menimbulkan kebingungan warga.
“DPR sudah mendengar dari lembaga adat. Tapi dari pemerintah sendiri kami belum tahu. Itu yang harus dipastikan. Karena masyarakat jadi bingung, apakah ke presidium atau ke lembaga adat besar,” jelas Agus.
Agus menegaskan DPRD mendorong pemerintah segera mengambil sikap. Pemerintah harus menegakkan aturan dan mekanisme agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
“Kami mendorong agar pemerintah segera memberikan kepastian terhadap dua lembaga ini. Mana yang betul-betul mendapat legitimasi. Karena ini kewenangan pemerintah, bukan kewenangan DPR,” ujarnya.
Di sisi lain, Agus juga menyinggung aktivitas PDA yang masih melantik pengurus di tingkat bawah. Ini berpotensi menimbulkan keresahan, jika status kepengurusan belum jelas.
“Inilah yang kami sampaikan ke pemerintah. Kami ingin supaya hal itu tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Pemerintah harus melihat dengan bijak, sesuai aturan dan mekanisme yang ada,” katanya.
Agus meminta masyarakat tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi. Ia menegaskan DPRD berupaya mempercepat penyelesaian agar situasi tetap kondusif.
DPRD memastikan hearing akan dijadwalkan ulang pada awal bulan depan. Dewan akan membuat jadwal resmi seperti biasa untuk satu bulan penuh.
“Setiap awal bulan, kami membuat jadwal untuk satu bulan. Jadi bulan depan akan dijadwalkan ulang, supaya masalah ini bisa cepat selesai,” jelas Agus. (*)




-300x201.jpg&w=3840&q=75)






