Penulis: Indah Khairun Nisa, mahasiswi Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Kota Samarinda
KATAKALTIM — Bagi sebagian masyarakat, Sekolah Luar Biasa (SLB) masih sering dipandang sebagai tempat bagi anak-anak yang memiliki banyak keterbatasan dan kurang beruntung. Stereotip ini begitu melekat sehingga membuat keberadaan mereka sering diabaikan, bahkan dianggap sebagai kelompok yang jauh dari kesempatan untuk berkembang.
Padahal, ketika melihat lebih dekat, mereka justru tampil sebagai individu yang istimewa, penuh semangat, dan memiliki potensi besar yang tidak kalah dengan anak-anak lainnya. Kesenjangan antara persepsi masyarakat dan kenyataan di lapangan inilah yang menunjukkan bahwa dunia pendidikan khusus menyimpan dinamika yang kaya dan penting untuk dipahami secara lebih luas.
Minimnya pemahaman masyarakat mengenai pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus turut memengaruhi bagaimana mereka diperlakukan dan dihargai. Di sinilah konsep pendidikan inklusif menjadi sangat relevan. Pendidikan inklusif merupakan salah satu pendekatan penting dalam dunia pendidikan modern yang berupaya memberikan kesempatan belajar yang setara bagi seluruh peserta didik, tanpa memandang kemampuan maupun keterbatasan yang dimiliki.
Sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan Konseling Islam, saya selalu diajarkan bahwa nilai empati, penerimaan, serta kemampuan untuk hadir bagi orang lain merupakan dasar utama dalam praktik keilmuan ini. Nilai-nilai tersebut terasa semakin relevan ketika diterapkan secara langsung dalam lingkungan pendidikan khusus. Kesempatan untuk memahami implementasi nyata dari konsep inklusi tersebut saya peroleh melalui kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PKL) di SLB Negeri Pembina Provinsi Kalimantan Timur.
SLB Negeri Pembina Provinsi Kalimantan Timur adalah salah satu lembaga pendidikan yang menaungi peserta didik berkebutuhan khusus dari jenjang SDLB, SMPLB hingga SMALB, dengan berbagai ketunaan seperti tunarungu, tunagrahita, autisme, tunanetra, dan lainnya. Sekolah ini menyediakan beragam kegiatan dan ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi dan kemandirian siswa, mulai dari tari, tata boga, menjahit, kriya, bulu tangkis, tenis, hingga perkebunan. Program-program tersebut menjadi bukti komitmen sekolah dalam memastikan bahwa keterbatasan tidak menjadi penghalang bagi peserta didiknya dalam membangun masa depan yang produktif dan bermakna.
Melalui kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PKL), pemahaman terhadap dunia pendidikan khusus terasa semakin nyata. Selama pelaksanaan PKL, saya ditempatkan untuk menjalani praktik di kelas tunarungu. Pembelajaran bahasa isyarat membuka kesadaran baru bahwa komunikasi tidak selalu dibangun melalui suara, tetapi juga melalui keheningan yang penuh makna. Para siswa tunarungu menunjukkan semangat belajar yang tinggi, antusias dalam bercerita, bersosialisasi, dan mengikuti pembelajaran.
Ketulusan dan kesabaran mereka dalam membantu serta mengoreksi penggunaan bahasa isyarat memberikan pelajaran berharga bahwa keterbatasan tidak pernah meniadakan kemampuan untuk menunjukkan kepedulian. Interaksi bersama para siswa menunjukkan bahwa kehadiran bagi orang lain bukan sekadar ungkapan, melainkan kesediaan untuk memahami, mendengarkan, dan menghargai setiap individu apa adanya.
Selain siswa, dedikasi para guru di SLB Negeri Pembina merupakan salah satu hal yang paling menginspirasi. Mereka tidak hanya hadir sebagai pendidik, tetapi juga sebagai figur yang memberikan dukungan emosional bagi peserta didik.
Setiap pagi, guru menyambut siswa di gerbang sekolah dengan penuh kehangatan. Kesabaran, keteguhan, dan ketulusan mereka menjadi fondasi penting dalam perkembangan karakter dan kepercayaan diri siswa, menjadikan sekolah bukan sekadar ruang belajar, tetapi juga rumah kedua bagi mereka.
Tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah peran orang tua dan lingkungan sekitar. Ketika sekolah, keluarga, dan masyarakat bersinergi memberikan dukungan penuh, anak-anak dengan kebutuhan khusus dapat tumbuh secara optimal dan merasa diterima. Hal ini menegaskan bahwa tidak boleh ada ruang bagi diskriminasi maupun perundungan dalam masyarakat, karena setiap manusia memiliki hak yang sama untuk dihargai.
Pengalaman berinteraksi dengan peserta didik di SLB Negeri Pembina memberikan pemahaman mendalam bahwa mereka yang kerap dianggap memiliki keterbatasan justru menyimpan ketulusan, kekuatan, serta semangat yang luar biasa. Mereka mengajarkan arti kesabaran, kebahagiaan sederhana, dan penghargaan tulus terhadap sesama yang sering kali tidak terlihat dari luar.
Mereka bukan hanya objek pendidikan, tetapi subjek yang memiliki potensi, mimpi, serta hak yang sama untuk meraih masa depan terbaik. Setiap senyuman, usaha, dan semangat yang mereka tunjukkan menjadi pengingat bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkembang.
Melihat semangat belajar yang begitu besar, sudah seharusnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak berhenti pada jenjang dasar dan menengah saja.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa akses bagi peserta didik berkebutuhan khusus untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, mengikuti pelatihan keterampilan kerja, maupun mengakses lembaga pendidikan nonformal yang relevan masih sangat terbatas, khususnya di wilayah Kalimantan Timur. Keterbatasan ini meliputi minimnya informasi, kurangnya fasilitas pendukung, belum tersedianya layanan bahasa isyarat, serta belum meratanya pendamping profesional yang memahami kebutuhan mereka.
Oleh karena itu, di harapkan, pemerintah khususnya di wilayah Kalimantan Timur dan Kota Samarinda, diharapkan dapat memperluas akses pendidikan keberlanjutan bagi anak berkebutuhan khusus.
Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui penyediaan peluang pendidikan tinggi yang ramah disabilitas, pengembangan pelatihan keterampilan kerja yang inklusif, serta penguatan lembaga pendidikan nonformal yang dapat menjadi ruang pengembangan diri.
Selain itu, peningkatan fasilitas, tenaga pendidik, layanan bahasa isyarat, serta dukungan pendamping profesional juga perlu menjadi perhatian serius agar mereka dapat mengembangkan diri secara mandiri dan percaya diri.
Anak-anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bermimpi dan mengejar masa depan mereka. Tanggung jawab ini bukan hanya milik sekolah dan keluarga, tetapi juga pemerintah serta masyarakat luas. Ketika seluruh pihak bergerak bersama, tercipta lingkungan yang inklusif, ramah, dan manusiawi bagi setiap anak.
Pada akhirnya, dunia mereka mengajarkan banyak hal tentang ketulusan, keteguhan hati, dan makna kemanusiaan. Dengan membuka diri untuk memahami mereka lebih dekat, kita sesungguhnya sedang belajar tentang nilai-nilai kemanusiaan yang sejati.
Harapannya, semakin banyak pihak yang tergerak untuk mendukung keberlanjutan pendidikan bagi mereka, sehingga setiap anak tanpa kecuali dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, berdaya, dan bermakna bagi lingkungannya. (*)










