Ayub Sadega (foto: katakaltim)

OPINI: Kemunduran Demokrasi Menjadi Dinasti Oligarki

 | Editor : Redaksi
21 January 2024
Font +
Font -

BONTANG -- Di warung kopi memang asyik. Asyik mengisap rokok dan menikmati tegukan kopi yang jatuh ke tenggorokan. Sembari menikmati tongkrongan yang asyik, muncul perspektif mengenai "Era Kemunduran Demokrasi Menjadi Dinasti Oligarki". Dengan asumsi "politik" kita hanya ramai membicarakan kemanusiaan tatkala mendekati pemilihan.

Kita bisa menilai politik "Elektoral" di Republik Indonesia tidak mengenal loyalitas atas jasa partai terhadap tokoh. Namun bisa dilihat pada "Elektabilitas" lebih menitikberatkan pada tingkat dukungan dan popularitas di mata pemilih, sementara "Elektoral" lebih terkait dengan aspek teknis dan formal dari proses pemilihan. Mana yang lebih diutamakan?

Memang ini lah Indonesia yang merupakan negara yang menganut politik Demokrasi, seperti yang dikemukakan seorang Filsuf terkemuka berkebangsaan Swiss, Jean-Jacques Rousseau, bahwa sudah seharusnya setiap kebijakan ataupun wacana politik bergulir dengan mengedepankan prinsip kebaikan bersama.

Baca Juga: Unjuk rasa terkait pelanggaran pemilu di Kutim (dok: cc)Ratusan Warga Kutim Unjuk Rasa Tuntut Bawaslu Terkait Pelanggaran Pemilu

Lantas apa yang terjadi dengan Negara Indonesia saat ini? Apakah demokrasi ideal tersebut tidak terwujud di Indonesia? Benarkan politik demokrasi sudah tercampur dengan politik oligarki?


Coba kita membaca di pemberitaan media bagaimana ke-tiga Calon Presiden (Capres) saat hadir di Paku Integritas KPK kemarin tentang komitmen mereka untuk Indonesia ke depannya.

Menurut Paslon urut I Anis Baswedan, kami ingin merevisi UU KPK untuk mengembalikan KPK kepada posisi yang kuat. Kita perlu menuntaskan RUU Perampasan aset.

Kemudian menurut Prabowo Subianto Paslon urut 2. Menurutnya kita perbaiki kualitas hidup. Kita tingkatkan gaji-gaji semua pejabat dan penyelenggara negara.

Sedangkan Paslon urut 3, Ganjar Pranowo, ia mengatakan digitalisasi sistem keuangan. E- Budgeting, e- planning untuk transparansi dalam birokrasi menjadi kewajiban.

Maka, tidak salah pandangan Merriam-Webster yang mengemukakan bahwa oligarki diartikan sebagai pemerintahan yang diatur oleh beberapa orang, sebelum kemudian berubah menjadi kelompok kecil yang melakukan kontrol terhadap pemerintahan untuk tujuan korupsi ataupun kepentingan pribadi.

Dengan demikian dalam tongkrongan yang asyik kita tidak bisa lupa filsuf Aristoteles, bahwa oligarki secara literalnya didefinisikan sebagai kekuasaan oleh segelintir orang yang merupakan manifestasi pemerintahan yang buruk.

Karena sifatnya yang elitis dan ekslusif, terlebih lagi biasanya hanya beranggotakan orang-orang bermodal, oligarki ini cenderung tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat.

Hal yang sama menurut Thomas Aquinas, istilah oligarki ini diartikan sebagai kekuasaan kelompok kecil. Dalam oligarki, penguasa negara menindas warga secara ekonomi.

Begitu pula menurut Jefrey winters, selaku analisis politik mengatakan bahwa demokrasi Indonesia ternyata dikuasai oleh kelompok oligarki, akibatnya sistem demokrasinya semakin jauh dari cita-cita serta tujuan untuk mensejahterakan rakyat. (*)

Penulis: Ayub Sadega

Disclaimer: katakaltim.com tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber.

Font +
Font -