SAMARINDA — Prosedur penyampaian hasil putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Samarinda menuai kritik dari kuasa hukum korban dugaan malpraktik.
Kuasa hukum korban berinisial R, Titus Tibayan Pakalla, menyatakan hasil putusan MKEK disampaikan hanya melalui sambungan telepon tanpa surat resmi tertulis.
Praktik tersebut tentunya dinilai mencederai marwah lembaga etik profesi advokat.
Titus menjelaskan, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Samarinda menghubunginya secara langsung.
Dan menyampaikan hasil keputusan MKEK yang menyatakan tidak ada pelanggaran etik oleh dokter bedah umum berinisial DW.
“Yang kami soroti bukan hanya putusannya, tapi cara penyampaiannya. Ini keputusan etik, tapi disampaikan secara lisan. Itu sangat tidak beretika,” kata Titus saat menggelar konferensi pers di Samarinda, Jumat 18 Desember 2025.
Awal Mula Dugaan Malpraktik
Kasus ini bermula dari tindakan operasi usus buntu yang dijalani korban pada Oktober 2024 di Rumah Sakit Haji Darjat (RSHD).
Sebelum tindakan medis tersebut, korban hanya mengeluhkan sakit lambung.
Namun setelah operasi, kondisi korban justru memburuk. Dan hingga kini belum dapat kembali bekerja secara normal.
Atas dasar itu, pihak keluarga melaporkan dugaan malpraktik ke IDI Samarinda pada Juni 2025.
Dalam proses mediasi yang difasilitasi IDI, dokter terlapor menyatakan kondisi pasien bukan karena tindakan operasi. Tapi infeksi dari luar area jahitan.
Pernyataan itu dibantah Titus dengan merujuk hasil operasi ulang yang dilakukan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS).
“Saat dibuka ulang, kotoran dari dalam perut keluar semua. Itu artinya ada kebocoran. Tidak masuk akal kalau dibilang hanya infeksi kulit,” ujar Titus.
Menunggu Berbulan-bulan, Tanpa Bukti Tertulis
Setelah proses mediasi, pelapor diminta menunggu hasil keputusan MKEK. Proses tersebut berlangsung sekitar 5 bulan.
Hingga akhirnya, pada 17 Desember 2025 sekitar pukul 12.00 Wita, Titus menerima panggilan telepon dari Ketua IDI Samarinda. Menyampaikan bahwa MKEK tidak menemukan pelanggaran etik.
“Tiba-tiba ditelepon. Tidak ada surat. Tidak ada pesan WhatsApp. Tidak ada berita acara. Semua lewat lisan,” bebernya.
Titus menilai tanpa adanya keputusan tertulis, publik tidak bisa tau apa saja yang jadi bahan pertimbangan MKEK mengambil keputusan.
“Kami tidak pernah menerima keterangan apakah rumah sakit diperiksa, apakah dinas kesehatan dimintai pendapat, apa tanggapan dokter, apa tanggapan pelapor. Semua gelap,” tegasnya.
Dugaan Konflik Kepentingan
Selain itu, Titus juga menyoroti potensi konflik kepentingan dalam proses mediasi.
Ia menduga ada pihak yang berperan ganda sebagai pendamping dokter terlapor sekaligus bagian dari sistem etik kedokteran.
“Yang mendampingi dokter itu juga orang-orang dari biro hukum kedokteran. Itu sangat tidak adil,” ujarnya.
Menurut Titus, Ketua IDI Samarinda memang menyampaikan bahwa pihak pelapor dapat melanjutkan laporan ke IDI Provinsi Kaltim apabila tidak menerima putusan MKEK.
Akan tetapi, ketiadaan dokumen resmi dinilai menjadi kendala serius. “Bagaimana kami melapor ke provinsi kalau putusan kota saja tidak ada hitam di atas putih,” tuturnya.
Praktik tersebut tentunya mencoreng nama baik IDI dan MKEK di Samarinda. Sebagai lembaga etik, transparansi harusnya jadi prinsip utama.
“Ini sejarah baru. Keputusan etik disampaikan secara lisan. Lucu, padahal ini orang-orang intelektual,” sesal Titus.
Buka Peluang Muncul Korban Lain
Titus menegaskan pihaknya tetap akan melanjutkan pengaduan ke IDI tingkat Provinsi Kaltim.
Ia juga membuka kemungkinan menghadirkan korban lain dari dokter yang sama jika persoalan ini tidak ditangani secara terbuka.
“Kalau sistemnya seperti ini, pasien mau cari keadilan ke mana,” katanya.
Upaya Konfirmasi ke IDI Samarinda
Usai konferensi pers, wartawan berupaya mengonfirmasi pernyataan tersebut kepada Ketua IDI Samarinda, dr Andriansyah, melalui panggilan dan pesan WhatsApp.
Hingga berita ini dipublis, belum ada respons dari yang bersangkutan.
Redaksi tetap membuka ruang hak jawab dan akan memuat klarifikasi dari pihak IDI Samarinda apabila telah diterima. (Ali)






