SAMARINDA — Perencanaan pembangunan terowongan di Kota Samarinda dinilai kurang matang karena minimnya pengkajian terkait risiko bencana yang mungkin terjadi.
Hal ini terkuak setelah Komisi III DPRD Samarinda melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pembangunan terowongan pada Senin (14/7/2025) untuk menindaklanjuti longsor yang kembali terjadi di area inlet trowongan beberapa waktu lalu.
Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar, menilai ada kelalaian yang cukup signifikan dari pihak kontraktor pelaksana, terutama dalam hal perencanaan teknis, dimana tidak ditemukan adanya kajian resiko longsor dalam dokumen perencanaan awal.
"Dalam dokumen perencanaannya, tidak ada identifikasi terhadap titik rawan longsor. Ini yang menjadi penyebab utama longsoran. Kami tidak menyalahkan Pemerintah Kota, tetapi kontraktor harus bertanggung jawab dalam perencanaan teknisnya," ujarnya kepada awak media usai sidak.
Deni menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh, bukan saja dari sisi penanganan, tapi dari akar penyebab longsor.
"Penjelasan dari site engineer, Mas Presatio (Perwakilan PT PP/Kontraktor Pelaksana), mengatakan bahwa tidak ada deteksi kandungan air atau endapan pemicu longsor sebelumnya. Ini menjadi catatan penting kami," tambahnya.
Selain itu, Komisi III juga menyoroti pembengkakan anggaran yang cukup besar. Deni menyatakan, terdapat usulan penambahan anggaran sebesar Rp39 miliar dalam APBD Perubahan untuk penanganan longsor.
Diketahui, anggaran awal pembangunan Mega proyek milik Pemkot Samarinda ini menghabiskan uang rakyat sebesar Rp395 miliar lebih.
"Ibu Desy (Kepala Dinas PUPR) menyampaikan bahwa anggaran ini cukup besar. Kami tidak ingin penambahan anggaran ini sia-sia. Kontraktor harus hadir lagi minggu depan untuk menjelaskan secara teknis dan rinci," ujarnya.
Menurut Deni, aspek-aspek teknis seperti regrading, pemasangan rock bolt, ground anchor, dan lainnya harus dimasukkan secara menyeluruh dalam perencanaan ulang.
Tak hanya itu, Komisi III juga mencatat bahwa dari sisi outlet, progres pekerjaan telah mencapai 98 persen. Namun, ada persoalan lain yang muncul, yakni kekurangan unit blower.
"Saat ini baru terpasang dua unit blower dari total kebutuhan sepuluh unit. Penambahan panjang terowongan sejauh 72 meter jadi penyebab kebutuhan blower meningkat. Ini juga akan kami dalami," jelas Deni.
Salah satu catatan krusial lainnya adalah kondisi dinding terowongan yang sangat curam. Deni menilai kemiringan dinding yang hampir vertikal menjadi pemicu longsor.
"Ke depan desain harus diubah agar lebih landai. Ini menyangkut keselamatan," tegasnya.
PUPR: Penambahan Anggaran Tunggu APBD Perubahan
Menanggapi temuan Komisi III DPRD Samarinda, Kepala Dinas PUPR Kota Samarinda, Desy Damayanti, memastikan seluruh proses penanganan telah dijalankan secara transparan sejak awal.
"Dalam kunjungan tadi, mereka lebih banyak bertanya soal kondisi terkini pasca longsor. Tidak ada yang ditutupi. Semua pihak, termasuk pelaksana, perencana, dan manajemen konstruksi sudah dipanggil untuk menyikapi kondisi ini," jelas Desy yang juga hadir dalam agenda sidak.
Desy menyebutkan, ada rencana penambahan panjang terowongan sebagai bagian dari penyesuaian desain berdasarkan masukan dari pemerintah pusat.
"Tujuannya untuk mengurangi kemiringan. Ini juga bagian dari upaya meningkatkan aspek keamanan bagi pengguna jalan," ujarnya.
Selain penanganan teknis, PUPR juga berencana melakukan penataan visual di area inlet yang terdampak pekerjaan konstruksi.
Anggaran Rp39 miliar telah disiapkan untuk mendukung langkah-langkah ini, namun masih menunggu pengesahan perubahan anggaran.
"Penanganan nanti tidak hanya teknis, tapi juga beautifikasi agar lebih rapi. Struktur jalan sudah aman, fokus kami sekarang pada posisi inlet," kata Desy.
Dalam kesempatan itu, Desy juga menyinggung soal rumah warga yang terdampak proyek di sisi Jalan Alimuddin.
Ia mengungkapkan bahwa terdapat empat rumah tambahan yang masuk proses pembebasan lahan, menyusul pergerakan tanah di area tersebut.
"Sebenarnya rumah-rumah itu sudah tidak ditinggali, tapi pemiliknya belum mau rumahnya dibongkar karena masih menunggu proses penilaian. Bangunan lebih mudah dinilai daripada tanah, karena menyangkut status kepemilikan," tandasnya. (Adv)













