Kaltim — Pengamat politik Universitas Mulawarman (Unmul) Dr. Saipul Bahtiar menilai sikap politik Ketua DPW PKB Kaltim, Syafruddin. Alasannya, Syafruddin melalui PKB mengusung politisi Golkar Rudy Mas’ud di Pilgub Kaltim.
Bahkan kemarin, Rabu (3/7), dia bilang akan menginstrusksikan kepada seluruh DPC PKB kabupaten/kota mendukung penuh Rudy Mas’ud. Namun Syafruddin menegaskan untuk Pilwalkot Bontang tidak bakal merapat ke partai berlambang pohon beringin itu.
Melihat pandangan ambigu itu, Saipul memaparkan untuk Pilkada 2024 ini memang menjadi salah satu bagian dari sejarah Indonesia. Karena sebelumnya, Pilkada tidak dilakukan secara serentak.
“Ini kan memang salah satu bagian dari catatan sejarah kita, yaitu melaksanakan pilkada secara serentak, baik Pilgub maupun pilwali/pilbup,” ucapnya kepada katakaltim.com, Kamis (4/7).
Baca Juga: Ketua DPW PKB Kaltim Syafruddin Masih Tunggu Figur yang Bisa Dulang Suara
Lebih lanjut akademisi Unmul itu mengatakan secara politik, koalisi partai di tingkat provinsi yang mengusung paslon tertentu, tidak otomatis atau tidak mesti linear dengan koalisi di tingkat paling bawah (kabupaten/kota).
Namun, dosen Fisip Unmul itu mengatakan bahwa idealnya koalisi partai harusnya sampai ke tingkat paling bawah. Alasannya agar tidak terjadi pertentangan atau kontradiktori kepentingan.
“Nah memang tidak otomatis koalisi yang ada di bawahnya. Tapi idealnya setiap koalisi itu mestinya linear atau paling tidak punya relasi antara tingkat provinsi dan kabupaten/kota,” terangnya.
Dikemukakan Saipul, secara teori bahwa mesin politik dari partai politik itu bekerja sesuai dengan instruksi masing-masing simpulnya. Tapi memang, kata dia, tidak menutup kemungkinan kebijakan politiknya antara provinsi dan kabupaten/kota tidak searah. Beda halnya dengan caleg yang bisa menggunakan sistem paket dalam satu partai.
“Jadi memang memungkinkan untuk terjadinya tidak searah dalam proses pemenangannya. Terutama dalam kerja-kerja politiknya. Apalagi misalnya terjadi kontradiktif. Ada kepentingan politik yang berebeda antara provinsi dan kabupaten/kota,” tuturnya.
Lebih jauh pernyataan Syafruddin di mata Saipul sangat unik. Alasannya, politisi PKB itu memilih gabung ke Golkar di Pilgub Kaltim, sementara di tingkat kota (khususnya Bontang) mengusung PKB yang berpotensi besar bakal berseberangan dengan Golkar.
Padahal, skema ini hanya menjadi tepat jika dilakukan di Pilkada sebelumnya. Di mana pemilihan digelar dengan cara tidak serentak.
“Tentu ini akan menjadi unik ketika misalnya PKB mengusung Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur di tingkat provinsi dan merapat ke Golkar, sementara di tingkat kota/kabupaten berbeda dengan Golkar,” ucapnya.
“Ini bisa saja tidak searah dalam lebijakan pemenangannya, nah itu nanti perlu penjelasan lebih jauh lagi kepada masyarakat. Tapi bagi saya mestinya linear,” tukasnya. (*)