SAMARINDA — Rencana Pemerintah Kota Samarinda memindahkan Pasar Subuh ke Pasar Beluluq Lingau di Jalan PM Noor memicu polemik.
57 pedagang menolak rencana relokasi tersebut. Mereka menuding proses relokasi dilakukan tanpa kesepakatan. Bahkan cenderung memaksa.
Ketua Paguyuban Pedagang Subuh (PPS), Abdul Salam, mengungkapkan para pedagang tidak pernah menyetujui relokasi tersebut secara resmi.
Baca Juga: Bawa 5 Tuntutan, Pedagang Pasar Subuh di Samarinda Tolak Rencana Relokasi
Ia menilai pertemuan pada 2023 hanya menjadi ajang tekanan atau intimidasi terhadap para pedagang.
“Pertemuan itu hanya formalitas. Aspirasi kami tidak digubris, dan tanda tangan yang dikumpulkan hanyalah absensi, bukan bentuk persetujuan,” jelas Salam pada konferensi pers di Pasar Subuh pada Minggu 4 Mei 2025.
Ia juga membantah anggapan bahwa pengambilan nomor lapak oleh sebagian pedagang menandakan persetujuan mayoritas.
Menurutnya, keputusan tersebut bersifat individual dan tidak mewakili keseluruhan pedagang.
Salam turut menyinggung sosok ketua paguyuban lama yang disebut mendukung relokasi.
“Dia tidak lagi aktif berdagang sejak enam tahun lalu dan tidak pernah terpilih secara sah sebagai ketua,” bebernya.
Polemik semakin rumit karena pemerintah menggunakan Perda No. 19 Tahun 2021 tentang penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai dasar hukum relokasi.
Salam menegaskan pedagang Pasar Subuh bukanlah PKL, melainkan pedagang resmi yang menyewa lahan milik pribadi dan memiliki kartu identitas pedagang.
Diketahui, penertiban dijadwalkan berlangsung besok, Senin 5 Mei 2025, para pedagang menegaskan tetap akan beraktivitas seperti biasa.
Pun demikian, Salam menyatakan pihaknya masih membuka ruang dialog dengan pemerintah.
“Kami tidak menutup pintu musyawarah, asalkan prosesnya adil dan tidak sepihak,” pungkasnya. (*)