Payload Logo
4-468420251125185515753.jpg
Dilihat 0 kali

Konferensi Pers Polresta Samarinda terkait kasus pengungkapan dan penggagalan penggunaan Bom Molotov pada aksi di DPRD Kaltim, Senin (1/9/2025) (Dok: Ali/katakaltim)

Pihak Unmul Tuding Polisi Lakukan Fitnah Keji Soal Puluhan Bom Molotov dan Logo PKI

Penulis: Ali | Editor: Agu
2 September 2025

SAMARINDA — Polresta Samarinda menggelar konferensi pers kasus rencana penggunaan bom molotov yang diduga akan pakai dalam aksi unjuk rasa di gedung DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), pada Senin (1/9/2025)

Kasus ini terungkap saat polisi mengamankan empat mahasiswa di lingkungan Kampus FKIP Universitas Mulawarman, Jalan Banggeris, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sungai Kunjang, Minggu 31 Agustus 2025 sekitar pukul 23.45 WITA.

Keempat mahasiswa tersebut masing-masing adalah MZF (19), MH (21), MAGA (20), dan AR (21).

Polisi menyita barang bukti berupa 27 botol kaca bom molotov siap pakai, 2 petasan, gunting besar dan kecil, kain perca, serta atribut bertuliskan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Para pelaku memiliki peran berbeda, mulai dari memindahkan bahan baku, merakit, hingga menyembunyikan bahan peledak.

Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar menegaskan pihaknya akan bertindak tegas terhadap siapapun yang mencoba mengganggu stabilitas keamanan kota.

"Kami tidak akan memberikan ruang bagi pihak-pihak yang mencoba memprovokasi atau menciptakan kekacauan. Aparat akan hadir untuk memastikan aspirasi masyarakat bisa tersampaikan secara damai, tanpa mengorbankan keamanan publik," ujarnya.

Hendri menambahkan langkah pengungkapan kasus ini sekaligus menjadi peringatan keras agar mahasiswa maupun elemen masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu.

"Menyampaikan pendapat adalah hak yang dijamin undang-undang, tetapi jika sudah menggunakan cara-cara anarkis apalagi dengan bahan peledak, maka itu adalah tindak pidana serius," tegasnya.

Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) UU DRT No. 12 Tahun 1951 serta Pasal 187 KUHP tentang penyalahgunaan senjata tajam, senjata api, dan bahan peledak.

Sementara itu, pihak FKIP dari badan pengurus inti Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah membantah semua tuduhan yang dilayangkan kepada mereka.

"Terkait tindakan anarkis, pembuatan bom Molotov, lukisan PKI adalah tuduhan yang tidak berdasar," tulis perwakilan FKIP dari pers rilis yang diterima Katakaltim.

Mereka melayangkan pernyataan sikap sebagai berikut:

Pertama: Mengenai Tuduhan Tindakan Anarkis dan Kepemilikan Bom Molotov

“Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah mengecam keras segala bentuk tuduhan yang mengaitkan kawan-kawan kami dengan tindakan anarkisme.

Kami menegaskan bahwa Himpunan Pendidikan Sejarah, dalam setiap gerakannya, selalu berlandaskan pada prinsip intelektual dan moral, serta menolak cara-cara kekerasan.

Oleh karena itu, tuduhan kepemilikan bom molotov adalah sebuah fitnah keji dan upaya sistematis untuk melakukan kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa.”

Kedua: Mengenai Logo PKI Sebagai Alat Bukti

“Kami menolak dengan tegas upaya pendangkalan sejarah dan stigmatisasi yang dilakukan dengan menjadikan logo PKI sebagai alat bukti.

Keberadaan logo tersebut di sekretariat himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah adalah murni untuk kepentingan diskursus akademik dan edukasi kesejarahan bagi mahasiswa baru pada tahun 2024, bukan untuk menyebarkan ideologi terlarang.

Hal ini dibuktikan dengan adanya materi dan logo organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Islam, Indische Partij, PNI, dan PSI.

Menjadikan materi pendidikan sebagai alat bukti kejahatan adalah bentuk nyata pemberangusan kebebasan mimbar akademik dan merupakan serangan terhadap nalar kritis yang menjadi ruh utama dunia pendidikan tinggi.” (*)