SAMARINDA — Kondisi pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) kian mengkhawatirkan setelah masuk kategori critically endangered dalam daftar merah IUCN serta terdaftar di Appendix I CITES.
Menghadapi ancaman kepunahan yang semakin nyata, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menekankan perlunya gerakan penyelamatan cepat melalui kolaborasi lintas sektor.
Mamalia endemik yang hanya hidup di Sungai Mahakam ini, kini menghadapi tekanan besar akibat aktivitas manusia, khususnya kapal tongkang yang lalu lalang di sungai Mahakam.
[caption id="attachment_35986" align="alignnone" width="1039"] Pesut Mahakam yang terlihat di antara Muara Muntai-Batuq (di dalam kawasan konservasi di perairan Mahakam wilayah hulu Kutai Kartanegara) (dok: Yayasan RASI)[/caption]
Untuk merumuskan langkah konkret, KLHK mengadakan rapat koordinasi dengan berbagai pihak di Samarinda pada Rabu (1/10/2025).
"Pesut Mahakam adalah ikon penting biodiversitas Kalimantan. Satwa ini hanya ditemukan di Sungai Mahakam dan saat ini berada di ambang kepunahan," ujar Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Inge Retnowati.
Inge menjelaskan, status pesut yang sudah masuk kategori critically endangered dalam daftar IUCN serta tercatat di Appendix I CITES menjadikan langkah konservasi sebagai kewajiban mendesak.
Data Yayasan RASI tahun 2024 menunjukkan populasi pesut Mahakam hanya tersisa sekitar 60 ekor. Ancaman utama datang dari jaring insang yang menyumbang 67 persen kasus kematian.
Selain itu, pesut juga kerap terperangkap alat tangkap ikan, lalu lintas sungai yang padat juga membuat pesut sering tertabrak tongkang.
"Bukan hanya itu, pencemaran limbah pertambangan, perkebunan, dan rumah tangga di danau maupun sungai Mahakam juga memberi tekanan besar," jelas Inge.
Kesulitan perkembangbiakan turut memperburuk kondisi populasi pesut yang kian tahun menjadi berkurang.
"Perkembangbiakannya sangat sulit, sehingga setiap individu yang hilang sangat berarti bagi kelestarian spesies ini," imbuhnya.
KLHK menegaskan bahwa penyelamatan pesut Mahakam harus dijalankan sesuai mandat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Inge, terdapat tiga pijakan hukum yang menjadi dasar. Pertama, asas keanekaragaman hayati untuk menjaga ekosistem.
Kedua, prinsip pembangunan berkelanjutan yang wajib diterapkan dalam kebijakan daerah. Ketiga, kewajiban menjaga lingkungan hidup, termasuk konservasi dan cadangan sumber daya alam.
"Pasal-pasal di UU 32/2009 sudah sangat jelas. Misalnya soal keanekaragaman hayati di Pasal 2, prinsip pembangunan berkelanjutan di Pasal 15, dan pemeliharaan lingkungan hidup di Pasal 57. Jadi, bukan hanya moral, tetapi juga kewajiban hukum bagi kita semua untuk melindungi pesut," tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar aturan tidak berhenti pada tataran dokumen melainkan aksi nyata di lapangan.
"Kalau aturan hanya jadi dokumen tanpa implementasi, percuma," tambahnya.
RASI Dorong 5 Agenda Prioritas
Sejalan dengan KLHK, Yayasan Konservasi RASI menyampaikan usulan langkah darurat penyelamatan pesut.
Direktur RASI, Danielle Krab, menilai situasi ini mendesak agar nasib pesut Mahakam tidak berakhir tragis seperti baiji di Sungai Yangtze, Tiongkok, yang punah pada 2006.
"Kita butuh intervensi nyata. Tidak cukup hanya penelitian. Harus ada aksi bersama pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum," tegas Danielle.
RASI susun 5 langkah utama, yakni:
1. Mengurangi kematian akibat jaring insang dengan alat tangkap ramah lingkungan.
2. Memperbaiki kualitas habitat sungai dan menekan pencemaran.
3. Membatasi kebisingan kapal dengan pengaturan ponton batu bara dan kecepatan.
4. Mendukung alternatif mata pencaharian, seperti ekowisata.
5. Memperkuat kerja sama lintas sektor untuk memastikan regulasi berjalan.
Desa Pela disebut sebagai contoh baik karena sukses mengembangkan wisata edukasi pesut lewat kelompok sadar wisata.
"Kalau masyarakat ikut terlibat, pesut akan lebih terlindungi. Kesadaran mereka adalah kunci utama," ujarnya.
Selain itu, RASI juga mendorong revisi Perda Perikanan Kutai Kartanegara agar melarang jaring insang berdiameter besar, sekaligus meminta pemerintah daerah segera menyalurkan alat tangkap ramah lingkungan bagi nelayan.
Danielle, yang sudah lebih dari dua dekade mendampingi konservasi pesut, menegaskan makna penting keberadaan satwa ini.
"Kalau pesut hilang, itu tanda sungai kita sakit. Menyelamatkan pesut berarti juga menyelamatkan manusia yang hidup dari Sungai Mahakam," pungkasnya. (*)










