Payload Logo
1-921720251125184725209.jpg
Dilihat 0 kali

Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan (dok: Humas)

Potensi Kerugian Capai 1.000 Triliun, Wakil Rakyat Kaltim Desak Pemerintah Audit Menyeluruh Masalah Peredaran Beras Oplosan

Penulis: Agu | Editor:
4 Agustus 2025

KALTIM — Temuan praktik pengoplosan beras oleh lebih dari 200 merek di Indonesia, termasuk yang beredar di Kalimantan Timur (Kaltim), memicu kekhawatiran serius di kalangan Wakil Rakyat.

Legislator Kaltim menilai skandal ini bukan sekadar pelanggaran etik dagang, melainkan ancaman sistemik terhadap hak konsumen dan stabilitas pangan daerah.

Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, menilai lemahnya pengawasan dan transparansi distribusi pangan menjadi akar persoalannya.

“Kita tidak bisa hanya mengandalkan sidak insidental. Harus ada reformasi sistem pengawasan, dari hulu ke hilir," ucap Firnadi dalam keterangannya, mengutip laman DPRD Kaltim, Senin 4 Agustus 2025.

Firnadi juga mengusulkan pembentukan Tim Pengawasan Terpadu lintas instansi, termasuk melibatkan unsur legislatif, akademisi, dan masyarakat sipil.

“Kita perlu audit menyeluruh terhadap rantai pasok beras, termasuk mekanisme pelabelan dan sertifikasi kualitas," tegasnya.

Menurut data Kementerian Pertanian, praktik pengoplosan beras dapat menyebabkan selisih harga hingga Rp 3.000 per kilogram.

Jika berlangsung selama satu dekade, potensi kerugian nasional diperkirakan mencapai Rp 1.000 triliun.

Di Bumi Etam, lonjakan harga beras premium dan keluhan konsumen mulai bermunculan, terutama di Kota Balikpapan dan Samarinda.

Untuk itu DPRD Kaltim mendorong pemerintah daerah memperkuat edukasi publik terkait identifikasi beras layak konsumsi.

“Kita harus pastikan masyarakat tahu cara membedakan beras asli dan oplosan. Ini bukan hanya soal harga, tapi soal kesehatan," ujar Firnadi.

la menambahkan Komisi II tengah menyusun rekomendasi regulatif untuk memperketat standar kemasan, label, dan distribusi beras di wilayah Kaltim.

“Kalau perlu, kita dorong perda khusus perlindungan konsumen pangan," katanya.

DPRD Kaltim juga mendorong pemerintah daerah

memperkuat edukasi publik terkait identifikasi beras layak konsumsi.

Di tengah lonjakan harga dan keluhan konsumen di Balikpapan dan Samarinda, Firnadi menekankan pentingnya literasi pangan.

“Ini bukan hanya soal harga, tapi soal kesehatan," pungkasnya. (*)