Payload Logo
q-416620251125190102864.jpg
Dilihat 0 kali

Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, ditemui awak media, Senin 6 Oktober 2025 (dok: Agu/katakaltim)

Warga Lakukan Petisi, Wawali Bontang Pastikan Harapan Kampung Sidrap Masih Terbuka

Penulis: Agu | Editor:
6 Oktober 2025

BONTANG — Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, mengaku masih punya harapan berkaitan dengan Kampung Sidrap, Desa Martadinata, Kutai Timur.

Sebab menurut Agus Haris, tidak ada putusan atau istilah sah dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Katanya, MK hanya mengaku bahwa pihaknya tidak punya tim teknis berkaitan dengan perkara ini.

“Coba dengar putusannya. Nggak dibilang Sidrap itu sah (milik Kutim), nggak ada…Hakim MK (hanya mengaku) tidak punya tim teknis,” ucap Agus Haris ditanyai katakaltim, Senin 6 Oktober 2025, malam.

Dan, sambung Agus Haris, bahwa MK menerangkan pihak yang lebih berwenang mengetahui masalah tapal batas ini adalah pembuat Undang-undang.

“Nah itu untuk menyesuaikan peta UU 47 dan peta yang dikeluarkan Permendagri,” tandasnya.

Peta Dinilai Tidak Sesuai

Agus Haris lebih jauh menyampaikan, apa yang dimohonkan pihaknya adalah mengenai peta yang tidak sesuai.

Artinya, penetapan titik koordinat tidak selaras dengan peta yang ada.

“Nah kan itu yang kami mohonkan, bahwa ada ketidaksesuaian dalam penetapan titik koordinat. Kami anggap tidak sesuai (implementasinya),” tegasnya.

Bahkan MK mengatakan yang bisa menyelesaikan masalah ini adalah pembuat UU itu sendiri, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan juga DPR RI.

“Di situ pintu masuknya kita. Nah sekarang harapan itu masih terbuka lebar,” paparnya.

Warga Sidrap Lakukan Petisi

Lebih jauh lagi Agus Haris membeberkan sebagian warga di kawasan Kampung Sidrap mengambil sikap optimis.

Katanya mereka sudah mulai berkumpul untuk bertanda tangan. Dan berencana membawa hasilnya ke pusat, Kemendagri.

“Warga di sana sudah berkumpul untuk tanda tangan… Semacam petisi lah,” tukasnya.

Warga Melawan

Tampaknya menurut Agus Haris, warga Kampung Sidrap ingin mandiri, tanpa campur tangan pemerintah.

Apalagi jika ada anggapan bahwa masalah ini ditunggangi birokrat untuk kepentingan politis.

Upaya kemandirian warga tersebut dinilai Agus Haris menjadi bentuk protes warga terhadap ketentuan hukum.

Artinya, Agus Haris menilai warga tidak mau di Kutai Timur. Dan itu berarti ada simbol perlawanan terhadap ketidakpastian hukum.

“Bahwa mereka ini tidak mendapatkan kepastian hukum. Tidak mendapatkan asas manfaat. Tidak mendapatkan rasa keadilan,” tutur Agus Haris.

Keterlibatan Pemerintah

Pun demikian, keterlibatan pemerintah Bontang, sambung dia, tentu saja tetap terbuka. Jika memang warga mau datang meminta untuk diperjuangkan.

“Nah apakah pemerintah masih ingin terlibat? Yaa tergantung masyarakat. Kalau mereka datang diskusi, saya masih siap untuk mengadvokasi,” tandas Agus Haris. (*)