BALIKPAPAN — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menindak tegas pelaku kejahatan di bidang perpajakan, Senin 15 Desember 2025,
Kanwil DJP Kalimantan Timur dan Utara (Kaltimtara) resmi melimpahkan 2 petinggi perusahaan, GN dan TP, yang menjadi tersangka kasus pidana pajak ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan.
GN, selaku Direktur Utama, dan TP, sebagai Komisaris PT APPN, kini menghadapi ancaman penjara hingga 6 tahun.
Pajak Dipungut, tapi Laporan Hilang
Kasus ini berawal dari kegiatan usaha PT APPN yang bergerak dalam penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) dan jasa angkut material.
Awalnya kedua tersangka melalui PT APPN telah melakukan penyerahan TBS kepada PT HSS di masa pajak Februari-Maret 2019 dan Februari-September 2020.
Selain itu, keduanya melalui PT APPN juga melakukan penyerahan jasa angkut material batu belah dari tambang Quarry milik PT LMS di masa pajak April 2019.
Selama kurun waktu Januari 2019 hingga Desember 2020, perusahaan tersebut diketahui telah menerbitkan Faktur Pajak kepada lawan transaksi dan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Ironisnya, PPN yang sudah dipungut dari transaksi tersebut diduga kuat tidak dilaporkan atau dilaporkan dengan isi yang tidak benar alias tidak lengkap dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.
"Berdasarkan hasil penyidikan, GN dan TP diduga kuat telah sengaja tidak menyampaikan SPT Masa PPN dan menyampaikan SPT yang isinya tidak benar," jelas otoritas pajak dalam keterangan resminya yang diterima, Selasa 16 Desember 2025.
Padahal, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Penajam sudah melakukan upaya persuasif, seperti imbauan dan konseling.
Namun, PT APPN tetap membandel hingga akhirnya DJP menaikkan status kasus ini ke tahap pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan.
Total Kerugian dan Sanksi
Akibat ulah kedua petinggi perusahaan ini, Negara diperkirakan mengalami kerugian pada pendapatan sekurang-kurangnya sebesar Rp452.806.401.
Perbuatan mereka melanggar Pasal 39 UU KUP. Ancaman hukumannya pun tak main-main.
Hukuman Penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun.
“Denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” ucapnya.
Ancaman ini bersifat kumulatif, yang berarti denda harus dibayar lunas selain menjalani hukuman penjara.
Aset Diblokir untuk Pemulihan Kerugian Negara
Dalam upaya memulihkan kerugian negara (asset recovery), Penyidik DJP telah mengambil langkah tegas dengan memblokir aset kekayaan milik kedua tersangka.
Dengan pemblokiran ini, Jaksa Eksekutor memiliki dasar kuat untuk menyita dan menjual aset tersebut, guna menutupi denda yang harus dibayarkan sesuai putusan pengadilan.
“DJP terus konsisten dalam menindak tegas setiap pelaku tindak pidana di bidang perpajakan agar menciptakan efek jera bagi pelaku dan efek gentar bagi para calon pelaku,” pungkasnya. (Han)










