BALIKPAPAN — Sebanyak 4.185.000 jiwa peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kalimantan Timur (Kaltim). Dari total itu, sebanyak 14 persen tidak aktif.
“Masih sekitar 14 persen peserta yang tidak aktif,” ucap Deputi Direksi Wilayah VIII, Anurman Huda, ditemui awak media di Balikpapan belum lama ini.
Artinya, kata dia, sekitar 586.000 jiwa belum dapat mengakses layanan kesehatan karena menunggak iuran atau perubahan status kepesertaan.
“Tingkat keaktifannya baru mencapai 86 persen. Sisanya belum aktif karena berbagai alasan, seperti menunggak iuran, baru diberhentikan dari perusahaan, atau belum masuk ke segmen lain,” terang Anurman.
Menurutnya, kondisi ini jadi perhatian serius. Karena peserta JKN punya hak untuk berobat di seluruh wilayah Indonesia.
Namun, bagi peserta tidak aktif yang berada di luar Kaltim, bisa menjadi kendala serius.
Karena di Kaltim, ada program gratispol dari Provinsi yang menjamin pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
“Tapi begitu peserta tidak aktif mengakses layanan di luar Kaltim, maka tidak bisa ditanggung karena statusnya tidak aktif,” jelasnya.
Anurman berharap kondisi ini bisa menjadi pemicu bagi masyarakat segera melunasi tunggakan iuran agar kembali aktif dan terlindungi.
Pasalnya, defisit pembiayaan di wilayah Kaltim cukup besar. Sepanjang 2025, BPJS Kesehatan telah membayarkan klaim pelayanan kesehatan sekitar Rp2,3 triliun, sedangkan penerimaan iuran baru mencapai Rp1,7 triliun.
“Artinya, ada selisih sekitar Rp600 miliar yang ditutupi oleh subsidi dari wilayah lain. Kami berharap peserta yang menunggak segera membayar agar defisit bisa berkurang,” harapnya.
Hingga saat ini, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 66 rumah sakit dan lebih dari 500 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di Kaltim.
Terkait wacana pemutihan atau penghapusan tunggakan iuran peserta mandiri, Anurman menyebut kebijakan tersebut masih digodok pemerintah pusat.
“Kami juga menunggu keputusan resmi. Jika disetujui, tentu ini kabar baik. Karena bisa mengaktifkan kembali 14 persen peserta yang saat ini menunggak,” katanya.
Ia memastikan, rencana pemutihan tersebut tidak akan mengganggu arus kas BPJS Kesehatan.
“Cash flow kami tidak terganggu karena nantinya akan ada subsidi dari pemerintah pusat untuk menanggung tunggakan peserta mandiri,” ujarnya menegaskan.
Sementara itu, terkait isu rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2026, Anurman menyatakan pihaknya masih menunggu keputusan resmi pemerintah.
Namun, menurutnya, evaluasi terhadap besaran iuran memang perlu. Mengingat sudah 5 tahun terakhir tidak ada penyesuaian.
“Sejak 2020, iuran BPJS Kesehatan tidak pernah mengalami kenaikan. Dengan kondisi saat ini, sudah selayaknya dilakukan penyesuaian agar sistem tetap berkelanjutan. Tapi untuk saat ini, sampai dengan akhir 2026, kami pastikan pembayaran kepada rumah sakit tetap aman,” tutupnya. (Han)










