Payload Logo
r-564320251125190110107.jpg
Dilihat 0 kali

Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Alwiati (dom: han/katakaltim)

Bukan Masalah Ekonomi, Dinkes Ungkap Stunting di Balikpapan Akibat Pola Asuh dan Kesadaran Gizi

Penulis: Han | Editor: Agu
7 Oktober 2025

BALIKPAPAN — Kasus stunting di Kota Balikpapan masih jadi perhatian serius. Katanya masalah ini bukan berkaitan dengan kondisi ekonomi masyarakat.

Tapi lebih banyak dipicu oleh rendahnya kesadaran gizi dan pola asuh yang kurang tepat.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Balikpapan, Alwiati, mengaku sebagian besar orang tua belum paham pentingnya memperhatikan asupan gizi seimbang bagi anak sejak dini.

“Tantangan terbesar saat ini adalah kesadaran masyarakat untuk memperbaiki gizi keluarga. Itu yang paling penting dalam pencegahan stunting,” ujarnya, Senin 7 Oktober 2025.

Alwiati mengungkapkan, banyak kasus stunting justru ditemukan pada keluarga yang tergolong mampu.

Hal ini disebabkan pola pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan tumbuh kembang anak.

“Tidak semua stunting berasal dari keluarga miskin. Kadang ibunya kurang memperhatikan cara memberi makan anak,” jelasnya.

Ia menekankan pentingnya peran ibu dalam menyiapkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) secara mandiri dengan bahan yang ada di rumah.

“Ibu harus kreatif membuat makanan sendiri agar anak mau makan. Tidak perlu mahal, yang penting bergizi,” katanya.

Dia juga mengingatkan agar anak dibiasakan makan bersama keluarga.

Kebiasaan tersebut mampu meningkatkan selera makan dan mempererat ikatan emosional antara anak dan orang tua.

“Biasakan anak makan makanan rumahan bersama keluarga. Jangan dipisahkan, karena makan bersama itu penting sekali,” ujarnya.

Terkait tren ibu muda yang gemar membeli perlengkapan khusus MPASI, Alwiati menilai hal itu tidak terlalu diperlukan.

Ia menegaskan bahwa peralatan sederhana di rumah sudah cukup, asalkan dijaga kebersihannya.

“Yang utama itu higienitasnya. Tidak perlu alat khusus,” tegasnya.

Sebagai contoh, menu sederhana seperti palumara atau tahu telur bisa diberikan kepada anak, asal teksturnya disesuaikan dan tidak diberi cabai.

“Sekarang tahu telur sedang tren, itu bagus karena mengandung protein ganda,” tambahnya.

Lebih jauh, Alwiati menyebut dua faktor utama penyebab stunting di Balikpapan, yakni pola asuh yang kurang tepat dan sanitasi lingkungan yang buruk.

Ia menilai wilayah dengan sanitasi tidak layak cenderung memiliki angka stunting lebih tinggi.

“Kalau sanitasinya jelek, anak bisa sering diare. Berat badan susah naik,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Dinkes Balikpapan menyatakan berdasarkan survei, prevalensi stunting di Kota Minyak ini mencapai 24,48 persen dari sekitar 107 ribu sampel anak.

Pun data tersebut tidak mencakup seluruh balita, namun tetap saja angkanya memprihatinkan.

“Angka itu seolah-olah mewakili seluruh bayi dan balita. Jadi kalau dilihat hampir 25 persen, sehingga seakan-akan 1 dari 4 anak yang ada di Kota Balikpapan mengalami stunting. Ini yang harus kami cari polanya,” ucapnya, Sabtu 9 Agustus 2025.

Dia menambahkan, saat ini pihaknya telah mendata dan memeriksa dari pintu ke pintu.

Program sosialisasi dan edukasi juga telah dilakukan, namun kasus stunting masih tetap ditemukan.

“Kita sudah sosialisasi dan edukasi, mulai dari kelas ibu hamil, kelas ibu menyusui, kelas pemberian MP-ASI, termasuk berbagai pelatihan-pelatihan. Tapi tetap saja masih ada kasus stunting yang muncul,” ujarnya.

Alwiyati mengaku, salah satu kendala yang dihadapi Dinkes Balikpapan adalah rendahnya angka kunjungan masyarakat ke Posyandu, hanya mencapai satu persen.

“Banyak orang tua yang jarang membawa anaknya ke Posyandu. Padahal di situlah kita bisa pantau tumbuh kembang anak,” ucapnya.

Situasi tersebut membuat Dinkes Balikpapan hampir pasrah menangani masalah ini. Pun demikian, Alwiyati mengaku pihaknya akan terus melakukan upaya-upaya maksimal.

“Jadi, saat ini kami sedang pikirkan bagaimana cara menjangkau mereka, termasuk apakah harus datang satu per satu ke rumah,” sambungnya. (*)