KATAKALTIM.COM - Para penggerak perempuan di Barat ternyata tidak hanya berputar pada isu domestikasi perempuan semata, tetapi juga masuk ke dalam pemikiran politik feminisme
Pemikiran politik feminisme Eropa dimulai dengan hadirnya Marxisme. Menurut Marx dan Engles, sistem kelaslah yang menjadi sumber adanya segala penindasan.
Baca Juga: Luce Irigary, Feminisme Teologi dan Dominasi Laki-laki
Dan keluarga adalah lembaga sosial yang mencerminkan sistem penindasan itu.
Berbagai seruan penghapusan keluarga tidak dapat dipisahkan dari seruan penghapusan sistem kapitalis dan penggantiannya dengan komunisme.
Ketika beberapa kaum feminis mendukung pandangan Marxis yang kurang lebih ortodoks soal keluarga, feminis lain telah berusaha keras untuk menempatkan peran gender dalam basis pemikiran politik mereka.
Alih-alih melihat keluarga sebagai cerminan dari sistem produksi kapitalis yang mendasarinya, justur mereka berpandangan bahwa kapitalisme sebagai akibat dari sifat patriarki yang menindas.
Kate Millet, seorang aktivis dalam "Gerakan Pembebasan Perempuan‟ pada akhir 1960-an, mengklaim bahwa struktur penindasan yang paling masuk dan berpengaruh di tengah masyarakat bukanlah kapitalisme, tetapi dominasi laki-laki.
Perkembangan feminisme acapkali dibagi menjadi tiga gelombang yang masing-masing diasosiasikan dengan ciri khas tuntutan politik.
Feminisme Gelombang Pertama
Feminisme gelombang pertama mencakup gerakan emansipasi dan sosialis dari abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Selain The Origin of the Family (1884) karya Engles dan The Subjection of Women karya Mill (1869), berbagai tulisan dan pidato seorang anarkis Amerika kelahiran
Rusia, Emma Goldman (1869-1940), termasuk di antara pernyataan filosofis utama dari pemikiran feminis pada periode
ini, yang terkadang juga diperluas hingga mencakup karya de Beauvoir.
Jadi, feminisme, terutama dalam bidang gerakan sosial dan politik, tidak mengherankan, bahwa menemukan ekspresi inti filosofisnya yang diambil dari bentuk filsafat sosial-politik.
Feminisme Gelombang Kedua
Feminisme pada tahun 1960-an dan 70-an disebut sebagai "gelombang kedua". Hal ini ditandai dengan adanya gerakan radikalisasi.
Saat feminis gelombang-pertama menyerukan agar diakhirinya diskriminasi hukum terhadap perempuan sehingga tidak akan ada perbedaan hukum antara status laki-laki dan perempuan, feminis gelombang-kedua muncul untuk meneropong konsep peran sosial laki-laki dan perempuan.
Hal itu mesti ditemukan pada patriarki dan menyerukan penghapusan keduanya.
Feminisme Gelombang Ketiga
Feminisme gelombang-ketiga tahun 1980-an dan 90-an ditandai dengan penolakan terhadap segala jenis esensialisme.
Kaum feminis sebelumnya telah membuat pernyataan umum tentang perempuan, yaitu eksploitasi mereka dan bagaimana mereka harus melakukan pembebasan.
Feminis gelombang-ketiga berpendapat bahwa implikasi alami dari penolakan ide-ide tradisional tentang gender adalah realisasi keragaman tipe feminin di antara perempuan dari ras, kelas, kebangsaan, dan orientasi seksual yang berbeda.
Feminis gelombang-ketiga menggalakkan suatu visi pembebasan di mana terdapat pluralitas yang luas daripada cita-cita tunggal perempuan yang dibebaskan.
Pembebasan dipandang sebagai keragaman dalam pilihan yang tersedia untuk hubungan seksual dan peran gender.
Perlu diketahui, ada pembagian lain dari tipe feminism yaitu: liberal, radikal, sosialis dan postmodernis. (*)