Kutim -- Program pengangkatan honorer di Kutai Timur (Kutim) yang jumlahnya lebih dari 7000-an pada tahun 2021 bukanlah perkara yang mudah.
Meski begitu, Pemerintah Kabupaten Kutim melalui komitmen dan kebijakan Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman terus berupaya merealisasikan tujuan tersebut.
Baca Juga: ASN Rawan Tidak Netral Hadapi Pemilu, Kementrian Kominfo Beberkan 10 Provinsi Paling Berpotensi...
Demikianlah yang diutarakan oleh Kepala Badan Kepegawaian Pembinaan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kutim, Misliansyah.
Ia menyebut, salah satu solusi yang diambil Bupati adalah mengubah Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D) menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Komitmen Pak Ardiansyah (Bupati Kutim) memang adalah mengurangi jumlah tenaga honorer di Pemkab Kutim menjadi P3K atau PNS. Makanya kami dari BKPSDM diperintahkan untuk berkoordinasi ke Pemerintah Pusat untuk mencari solusi mengurangi tenaga honor di daerah,” kata Misliansyah, di ruang kerjanya, Kamis (21/3).
Kali ini, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K telah terbit, namun pengusulan oleh daerah masih belum diketahui.
Setelah berkoordinasi kembali, kata Misliansyah, ditemukan solusi untuk mengangkat TK2D menjadi P3K. Mengapa tak mengangkat TK2D menjadi PNS? Hal ini karena pembatasan umur maksimal 35 tahun untuk menjadi PNS.
Ditambahkannya, saat itu Pemerintah Pusat masih melakukan moratorium penerimaan PNS. Kalaupun ada lowongan CPNS, tenaga honorer yang usianya di atas 35 tahun biasanya kalah bersaing dengan pelamar umum yang baru lulus kuliah.
Selain itu, penerapan passing grade (ambang batas nilai) juga membuat para honorer kalah bersaing. Olehnya opsi mengubah TK2D menjadi P3K merupakan pilihan paling memungkinkan dilakukan oleh Pemkab Kutim.
BKPSDM Kutim kemudian melaksanakan tes penerimaan P3K, namun waktu yang tersedia terbatas, terutama untuk tenaga pendidikan seperti guru dan tenaga medis.
"Akhirnya masih menyisakan 4303 honorer yang banyak bekerja di Perangkat Daerah atau staf pelaksana,” jelas Misliansyah.
Dengan mengubah TK2D menjadi P3K, Misliansyah menyebut Pemkab Kutim dapat memberikan kepastian status dan hak-hak yang setara dengan PNS kepada tenaga honorer.
Berikutnya hadir lagi UU Nomor 20 Tahun 2023, yang mengatur tentang ASN dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya.
Pokok-pokok pengaturan yang terdapat di dalam UU itu adalah penguatan pengawasan Sistem Merit, penetapan kebutuhan PNS dan P3K. Mengatur kesejahteraan PNS dan P3K, penataan tenaga honorer, digitalisasi Manajemen ASN, termasuk di dalamnya transformasi komponen Manajemen ASN.
Dengan UU ini, Mislinsyah yakin Pemkab Kutim memungkinkan mengangkat honorer sebagai P3K melalui tes.
“Kalau dulu tes dilaksanakan berdasarkan formasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, maka kali ini tes dilaksanakan sesuai kebutuhan daerah. Tidak terbatas tenaga guru dan medis saja, tapi mencakup pula tenaga pelaksana," katanya menerangkan.
"Dengan disiplin ilmu mulai dari SD, SMP dan seterusnya. Dengan kata lain tidak dibatasi jabatan dan pendidikan seperti sebelumnya wajib S1 (strata 1),” tambahnya.
Diketahui, program pengangkatan TK2D menjadi P3K ini adalah upaya Pemkab Kutim melalui kebijakan Bupati untuk menyejahterakan para aparatur pemerintahan. (*)