KUTIM — Debat kedua paslon kepala daerah Kutim makin sengit. Kini mereka diperhadapkan dengan masalah Kutim pasca tambang.
Mengingat, dalam RPJPD Kutim 2025-2045 sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menempati peringkat kedua pendapatan daerah setelah sektor pertambangan.
Baca Juga: Agus Hari Kesuma Harap Partisipasi Pemilih Pilkada Kutim Capai Target 75 Persen
Itu menunjukkan adanya kesenjangan pendapatan daerah dari sektor tambang dan sektor lainnya. Lalu, program apa yang disiapkan palson dari sektor non pertambangan?
Baca Juga: Penelis Debat Publik Pilkada Kutim Kecewa atas Jawaban Kedua Paslon
Begitu pertanyaan panelis dalam debat perdana palson kepala daerah Kutim di Kota Balikpapan, Sabtu (2/11/2024).
Calon Bupati Kutim Kasmidi Bulang memaparkan pasca atau setelah tambang, dia bersama Kinsu jika terpikih akan menjadikan Kutim ramah lingkungan kembali.
“Kemudian kita akan jadikan daerah wisata. PAD akan ada dari sana. Selain itu kita akan ciptakan industri di luar kegiatan tambang,” terangnya.
Kemudian politisi Golkar itu menegaskan komitmen melakukan penghijauan, melakukan konservasi alam. Selanjutnya pembangunan kawasan industri yang terbatas.
“Kita lihat nanti sesuai dengan peruntukannya, kelayakan daripada industri itu,” ucapnya.
Selanjutnya pengelolaan air, termasuk energi terbarukan dan memanfaatkan perairan sebagai wadah budidaya ikan.
“Dan bagaimana kita bisa memanfaatkan kepentingan masyarakat secara umum,” tutupnya.
Menanggapi pemaparan Kasmidi Bulang, Wakil Bupati Kutim Mahyunadi tampak menggurui. Bahwa sebelum menjelaskan, mengetahui perbedaan antara eks tambang dengan pasca tambang.
“Kita perlu mengetahui antara eks tambang dan pasca tambang,” ucapnya mendapat support dari pendukungnya.
“Kalau eks tambang itu berbicara tentang bagaimana mengelola yang sudah terjadi di eks tambang itu,” sambung Mahyunadi.
Lebih lanjut dia menerangkan kehadiran UU Nomor 3 tahun 2020, perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba Perubahan).
Katanya tidak ada satu pun aturan yang menegaskan bahwa bekas (eks) galian tambang dikembalikan negara.
“Yang ada, dikatakan eks tambang itu dikelola oleh pemilik konsesi sampai konsesinya habis. Jadi ada ambigu kalau dikatakan mereka ingin mengelola jadi lahan pertanian,” tuturnya.
Menurut Mahyunadi, apa yang harus dilakukan pemerintah adalah berkoordinasi bagaimana mengelola lahan tambang itu kepada pemilik konsesi.
“Kemudian untuk meningkatkan penghasilan di luar tambang, maka kita akan meningkatkan hilirisasi,” pungkasnya. (*)