Payload Logo
q-827020251125191023633.jpg
Dilihat 379 kali

Pengamat kebijakan publik, Saipul (dok: Agu/katakaltim)

Rungkad Pemilihan KPID Kaltim, Pengamat Kebijakan Publik Menilai Konsekuensi “Politisasi”

Penulis: Agu | Editor:
23 November 2025

KALTIM — Pemilihan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Timur (KPID Kaltim) menuai protes.

Dianggap tidak transparan, dan minim koordinasi di tubuh Wakil Rakyat Kaltim.

Baru-baru ini Fraksi PKB DPRD Kaltim melontarkan kritik tajam kepada lembaganya sendiri.

Mereka menilai bahwa Fraksi PKB dipandang “sebelah mata”. Dan berencana memperpanjang masalah ini.

Sementara itu Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud mengaku ada beberapa kendala yang membuat ini dianggap tidak transparan.

Salah satunya karena Ketua Komisi I, yang merupakan anggota Fraksi PKB, yang juga membidangi persoalan ini, dikabarkan sakit dan berdampak pada minimnya koordinasi.

Intinya, Fraksi PKB tidak bersepakat terhadap keputusan yang diambil oleh Komisi I DPRD Kaltim pada 18 November 2025 di Kota Balikpapan itu.

Menanggapi masalah ini, Pengamat Kebijakan Publik Kaltim, Saipul, menilai bahwa begitu lah konsekuensi jika dicampur-baurkan dengan domain atau wilayah politik.

“Yaa memang dalam konteks kepentingan politik masing-masing fraksi ya,” ucap Ipul kepada katakaltim, Sabtu 22 November 2025.

Karena diserahkan ke DPRD untuk penentuan KPID, sudah barang tentu ada bargaining atau “tawar-menawar” di belakang layar.

“Saya kira inilah sisi negatifnya ya kalau kemudian penentuan itu masuk wilayah politik praktis,” tandasnya.

Analisa Keraguan Publik

Lebih jauh, dosen ilmu politik Universitas Mulawarman (Unmul) itu menyatakan, dengan adanya dinamika seperti ini, publik akan bertanya-tanya.

“Jelas publik akan bertanya-tanya, apakah pemilihan ini objektif gitu. Jangan-jangan misalnya menggunakan porsi-porsi atau jatah-jatahan kira-kira gitu,” bebernya.

Jika demikian adanya, publik akan menilai pemilihan KPID Kaltim ini jauh dari objektivitas. Artinya, ada juga subjektivitas fraksi-fraksi di DPRD.

“Singkatnya ya kepentingan politis kan,” ungkap dia.

Dengan begitu, tim seleksi (timsel) yang menyerahkan nama-nama terpilih berdasarkan indikator tertentu, juga terabaikan lantaran kepentingan politik.

Harusnya Lebih Terbuka

KPID adalah lembaga independen di tingkat provinsi yang berfungsi sebagai regulator penyiaran, dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Apabila lembaga tersebut independen, mestinya penyeleksiannya secara terbuka. Tidak dengan kepentingan politis tertentu di belakang meja yang pada gilirannya menjadi rungkad, gaduh.

“Sekarang kan udah gaduh. Seharusnya terbuka,” saran Ipul.

Kalau dengan metode voting, berarti ada rangking suaranya masing-masing anggota terpilih dan juga cadangannya. Jangan sampai, anggota terpilih dan cadangannya juga saling protes.

“Pada prinsipnya saya lihat mekanismenya masih belum terbuka juga kepada publik ya, seperti apa mekanisme di dalam DPRD sendiri,” tandas Ipul.

Lebih jauh Ipul menyoroti persoalan tata tertib di tubuh DPRD Kaltim. Apabila memang tata tertibnya sudah baik, seharusnya tidak muncul kegaduhan seperti ini.

“Mereka mestinya punya tata tertib tuh. Nah, tata tertib itu harusnya dikirim ke seluruh fraksi yang ada di dalam komisi tersebut,” sarannya.

Jika memang ada di antara fraksi yang berhalangan, mestinya muncul penjelasan: Bagaimana status suara fraksi.

Apalagi yang dinilai dizalimi adalah Fraksi PKB, yang diketahui anggotanya sebagai Ketua Komisi I yang membidangi ihwal penyiaran.

“Ya kalau begitu memang harusnya ada jatah kan ya. Masa sesama internal saling sikut begitu kan ya?,” cecar dia tampak bingung.

“Bagi saya, kalau sudah ada tata tertib dan mereka taat, mestinya tidak ada yang dirugikan dong dalam proses itu,” sambung Ipul meyakinkan.

Rencana ke PTUN

Dalam sebuah wawancara, Ketua Fraksi PKB Kaltim, Damayanti, akan membicarakan ini di dalam internal partai mereka.

Kemungkinan akan membawa persoalan ini ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Ipul menilai sangat bisa terjadi dan ada proses anulir. Tidak sah.

“Nah bisa. Yang dijadikan objek gugatan itu misalnya kan SK-nya,” ucapnya. “Apakah SK keputusan komisi atau SK penetapan calon terpilih kemudian dilantik gitu,” sambungnya.

Pun demikian, Ipul mengingatkan bahwa jika keputusan tersebut dianulir, maka bisa jadi nama-nama yang sebelumnya terpilih juga akan keberatan.

“Ya nanti keberatan kan. Dia punya juga celah atau objek untuk mengajukan gugatan ke PTUN,” paparnya.

Ipul lebih jauh menyatakan, apabila ini terjadi, kegaduhan akan kembali muncul. Ceritanya semakin panjang. Dan kemungkinannya tidak ada kepastian.

“Nah, ini kan juga panjang ceritanya. Jadi kita harap saja publik akan tetap percaya ke Lembaga DPRD,” tandasnya. (Agu)