KALTIM — Wakil Rakyat Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan, melayangkan surat terbuka ditujukan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, Kamis 6 November 2025.
Alasan Agusriansyah tak menahan diri menyampaikan tanggapannya, sebab masyarakat Kaltim begitu prihatin atas kebijakan fiskal nasional ini.
Bahkan dinilai hingga kini belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan dan proporsionalitas dalam pembagian dana transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, khususnya bagi Kaltim dan kabupaten/kota penghasil sumber daya alam (SDA).
Politisi PKS itu menyampaikan bahwa Kaltim tetap menjadi kontributor besar bagi APBN. Berdasarkan data terbaru:
Nilai ekspor Kaltim sepanjang tahun 2024 mencapai sekitar US$ 24,67 miliar (sekitar Rp 388 triliun), dengan 73,21% di antaranya berasal dari komoditas tambang dan energi.
Untuk tahun anggaran 2024, Transfer ke Daerah (TKD) kepada Provinsi Kaltim tercatat sebesar Rp 8,63 triliun dengan realisasi 98,33%.
Namun, total dana transfer ke seluruh kabupaten/kota di Kaltim tahun 2025 mencapai sekitar Rp42,48 triliun dan diproyeksikan turun drastis menjadi sekitar Rp22,50 triliun pada tahun 2026.
Dana Bagi Hasil (DBH) yang sebelumnya mencapai lebih dari Rp6 triliun kini diperkirakan hanya sekitar Rp1,3 hingga Rp1,4 triliun.
Beberapa fakta aktual seperti rencana DBH tahun 2026 turun drastis menjadi hanya kurang lebih Rp 2,49 triliun menurut rancangan awal Kemenkeu.
Ada penurunan 78 %, padahal harga batubara dan produksi energi Kaltim tetap tinggi.
Rasio DBH terhadap kontribusi nasional SDA kurang dari 5 %, artinya dari setiap Rp100 pendapatan SDA yang dihasilkan di Kaltim, hanya Rp5 yang kembali ke daerah.
Ironisnya, Kaltim menyumbang lebih dari Rp120 triliun penerimaan negara dari sektor energi dan SDA.
Fakta-fakta ini memperlihatkan bahwa kebijakan fiskal nasional belum memberikan penghargaan yang proporsional terhadap kontribusi daerah penghasil seperti Kaltim.
Akibatnya, daerah penghasil menghadapi beban berat: kerusakan lingkungan, kebutuhan infrastruktur dasar, serta tuntutanpeningkatan pelayanan publik yang tidak sebanding dengan kemampuan fiskalnya.
“Kami memahami pentingnya pemerataan pembangunan nasional, tetapi pemerataan tidak boleh menghapus prinsip keadilan fiskal. Daerah penghasil berhak memperoleh bagian yang adil sebagai kompensasi atas kontribusi dan dampak ekonomi yang ditanggung,” ucapnya.
Usulan Agusriansyah
Atas kenyataan tersebut, Agusriansyah Ridwan menyampaikan lima poin usulan.
Pertama, melakukan revisi formula Dana Bagi Hasil (DBH) agar lebih adil bagi daerah penghasil, terutama sektor migas, batubara, dan kehutanan.
Kedua, meningkatkan porsi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Provinsi Kaltim dan kabupaten/kota penghasil utama.
Ketiga, menerapkan skema insentif fiskal berbasis kontribusi daerah terhadap PNBP dan ekspor nasional.
Keempat, menjamin transparansi data penerimaan negara per daerah penghasil.
Kelima, membentuk forum konsultatif nasional antara Kementerian Keuangan dan pemerintah daerah penghasil SDA.
Agusriansyah juga berharap, jika memang terjadi pemangkasan atau pergeseran anggaran DBH Kaltim, dana tersebut tetap diarahkan untuk pembangunan di Kaltim dan seluruh kabupaten/kota di wilayah ini.
“Kami percaya, di bawah kepemimpinan Bapak Purbaya Yudhi Sadewa. Kementerian Keuangan mampu membawa semangat keadilan fiskal yang berpihak kepada daerah penghasil dan mendorong pemerataan pembangunan nasional yang lebih berkeadilan,” ucapnya. (Cca)











