KALTIM — Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kaltim dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP3A), Senin 21 Juli 2025.
Rapat tersebut membahas langkah-langkah konkret untuk menjadikan Kaltim sebagai Provinsi Layak Anak (Provila).
Sekretaris Komisi IV, Darlis Pattalongi, dalam kesempatan itu menegaskan bahwa perlindungan anak harus jadi prioritas.
“Kami mengajak seluruh pihak bersinergi dalam menjadikan Kaltim sebagai Provinsi Layak Anak, serta menginisiasi roadmap perlindungan anak terintegrasi lintas instansi," tuturnya.
Darlis juga meminta perlunya revitalisasi KPAD Kaltim agar dapat berfungsi lebih optimal. Supaya pemerintah juga tidak membentuk lembaga yang setengah hati.
Lebih jauh, dia meminta agar KPAD dikelola sebagai lembaga mandiri dengan penambahan jumlah komisioner dari 5 menjadi 7 orang, serta perpanjangan masa jabatan dari 3 menjadi 5 tahun.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan juga menyoroti pentingnya perencanaan terpadu dan penguatan regulasi perlindungan anak sebagai syarat utama menuju status Provila.
“Dari 10 kabupaten/kota, hanya Mahakam Ulu yang belum mendapat predikat layak anak. Ini harus didorong melalui kerja dan multisektor," tegas Agusriansyah.
la menekankan bahwa KPAD Kaltim perlu segera menyusun roadmap yang memuat indikator kinerja dan korelasi kerja lintas sektor.
Menurutnya, roadmap tersebut akan menjadi acuan penganggaran dan sinergi program dengan dinas-dinas terkait, termasuk Dinas Sosial, DP3A, BKKBN, hingga pelibatan korporasi.
“Kalau tidak ada roadmap, kerja mereka sering tidak terdeteksi sehingga sulit mendapat alokasi anggaran. Padahal tren kekerasan anak itu fluktuatif dan saat ini kembali meningkat," ujar legislator PKS itu.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), kasus kekerasan terhadap anak di Kaltim menunjukkan kenaikan pada 2024, setelah sebelumnya sempat menurun di 2023.
Kota Samarinda disebut sebagai wilayah dengan kasus tertinggi dan membutuhkan penanganan. (*)












