KALTIM — Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Kalimantan Timur (TRC PPA Kaltim) mendesak pemerintah lahirkan langkah konkret dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun, mengatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat terjadi kapan dan di mana pun. Entah di lingkungan keluarga atau di ruang-ruang sosial lainnya.
“Ini bisa terjadi di manapun dan kapanpun. Salah satu alasannya karena minimnya interaksi antara orang tua dan anak,” ucap Rina kepada katakaltim, Senin 28 Juli 2025.
Berdasarkan data SIMFONI PPA, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Bumi Etam beberapa tahun terakhir hampir mencapai 4000 kasus. Bahkan relatif naik setiap tahun kecuali di 2024.
Rinciannya, pada 2021 ada 551 kasus. Tahun 2022 sebanyak 945 kasus. Tahun 2023 tercatat 1.108 kasus. Dan sepanjang 2024 tercatat 1.002 kasus.
Untuk tahun 2024, korban terbanyak adalah perempuan dengan persentase 32,2% untuk perempuan dewasa dan anak perempuan sebesar 54,3%.
Sedangkan hingga Maret 2025 lalu terdapat 224 kasus kekerasan dengan jumlah terbanyak ada di Kota Samarinda sebesar 50 kasus.
Angka tersebut, kata Rina, miris sekali. Dan ini menunjukkan bahwa kekerasan masih menjadi tantangan pembangunan, yang tentu saja butuh perhatian dan penanganan lintas sektor secara terintegrasi.
“Ini miris sekali ya. Ini sudah jelas-jelas pelanggaran HAM dan tidak dapat dibenarkan. Baik dalam perspektif HAM maupun hukum agama, dan juga dari sisi kemanusiaan,” tegasnya.
Rina menyarankan agar pihak terkait, khususnya orang tua berhati-hati dalam mendidik anak mereka. Dia juga meminta orang tua melindungi anak serta memenuhi hak-hak mereka.
Orang tua, masih kata Rina, merupakan yang pertama sebagai dasar dalam kehidupan anak, maka segala perbuatan orang tua sangat menentukan kehidupan anak.
Untuk itu Rina berharap ada peningkatan interaksi antara anak dan orang tua. Agar anak mengetahui batasan-batasan dan akibat-akibat perilaku tertentu serta memininalisir tindak kekerasan.
“Karena seringkali kekerasan itu dilakukan oleh orang-orang terdekat. Contohnya terjadi baru-baru ini di Samarinda,” tukasnya.
Minta Pemerintah Lakukan Terobosan
Lebih jauh aktivis perempuan Kaltim itu meminta agar pemerintah menghadirkan terobosan dalam upaya menangani persoalan ini. Salah satunya, kata dia, penguatan layanan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
“Harus ada terobosan. Termasuk memperkuat layanan UPTD PPA. Kemudian meningkatkan akses ke layanan kesehatan dan psikologis. Lalu memperluas edukasi dan kampanye pencegahan kekerasan,” pintanya.
Tidak berhenti di situ, Rina menyarankan agar mereka memastikan regulasi atau aturan yang progresif dan efektif. Implementasinya harus ditingkatkan.
“Harus ada kepastian hukum. Kita harap ada kerja sama semua pihak dalam hal ini. Baik dari pemerintah maupun non-pemerintah,” tandasnya.
Artinya, kata Rina, dengan kerja sama semua pihak, maka perlindungan terhadap perempuan dan anak bisa maksimal dilaksanakan.
“Kalau kerja sama, kita pastikan akan lahir lingkungan yang aman dan ramah bagi perempuan dan anak-anak,” tuturnya.
Rina berpesan seluruh perempuan dan anak-anak yang mengalami pelecehan, segera melaporkan ke pihak terkait.
“Jangan takut. Harus dilaporkan. Kita siap dampingi,” pungkasnya. (*)











