KALTIM — Rapat Paripurna ke-43 DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) di Kota Samarinda sempat menegang, Jumat 21 November 2025, malam.
Sebab Ketua Fraksi PKB DPRD Kaltim, Damayanti, menyampaikan interupsi terkait penetapan nama-nama Komisioner Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kaltim yang dinilai tidak melibatkan seluruh unsur DPRD.
Menurut Damayanti, Fraksi PKB merasa tidak dilibatkan dalam proses penetapan tersebut, sehingga mempertanyakan transparansi dan mekanisme pengambilan keputusan. Bahkan minta dibatalkan.
Menanggapi interupsi itu, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas'ud memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan persoalan terjadi karena Ketua Komisi I, Slamet, yang berasal dari PKB sedang sakit dalam waktu cukup lama.
Ia memastikan proses pemilihan tidak bermaksud mengucilkan keterwakilan Fraksi PKB. Namun kondisi ketidakhadiran Ketua Komisi I menyebabkan fraksi PKB tidak terakomodir dalam proses seleksi.
"Waktu seleksi KPID ini dari PKB tidak terwakilkan barangkali, sehingga teman-teman Komisi I melaksanakan pemilihan itu," ucap Hamas, sapaannya.
Dikonfirmasi soal koordinasi antara Komisi I dan pimpinan DPRD Kaltim, Hamas menegaskan sebenarnya sudah dilakukan.
"Ada koordinasi, cuma mungkin pemilihan ini kan ada skor. Mungkin keterwakilan dari PKB belum merasa terwakilkan," ucapnya.
Hamas menyatakan terbuka terhadap evaluasi jika diperlukan, termasuk kemungkinan pembatalan penetapan Komisioner KPID bila dinilai tidak sesuai aturan.
"Kalau memang seperti keinginan Fraksi PKB tadi untuk dibatalkan, ya itu bisa jadi. Nanti dibahas di Komisi I karena kami juga belum menerima laporan secara resmi," jelasnya.
Lebih jauh ia menyebut persoalan bukan mengenai transparansi, tetapi lebih kepada kondisi internal yang membuat keterwakilan PKB tidak tercapai.
"Transparansi ada. Cuma PKB dalam hal ini ketua Komisi I itu sakit. Selama pemilihan itu mungkin tidak terakomodir," tambahnya.
Hamas menegaskan DPRD tetap terbuka terhadap mekanisme penyelesaian sesuai aturan yang berlaku.
Apabila penetapan tersebut dianggap cacat prosedur, maka ada kemungkinan penetapan bisa ditinjau kembali.
"Ada kemungkinan untuk diubah kalau memang ada aturannya. Kalau ternyata harus digugat ke pengadilan, boleh saja. Semua bisa," tegasnya. (Ali)













