KUTIM — Meski ditopang tambang dan perkebunan raksasa, Kutai Timur (Kutim) menghadapi kenyataan pahit.
Kabupaten berjuluk Tuah Bumi Untung benua itu kini menempati peringkat kedua tertinggi pengangguran di Kalimantan Timur.
Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2025 mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kutim mengalami peningkatan yang kini mencapai 6,20 persen.
Meningkat dari 5,76 persen pada tahun sebelumnya atau naik 0,44 persen.
Ketua DPRD Kutim, Jimmi, menilai kenaikan ini sebagai persoalan serius. Ia menegaskan, sektor pertambangan masih menjadi penyerap tenaga kerja terbesar.
Karena itu, DPRD berulang kali mengingatkan perusahaan agar mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Itu yang berat. Kami sudah sampaikan kepada perusahaan agar PHK bisa dicegah. Kalau ada penyesuaian, ya dimitigasi atau dialihkan fungsinya. Yang penting tetap bekerja di lingkungan kerja,” ujarnya, Senin 1 Desember 2025.
Disebutkannya, kenaikan pengangguran juga dipicu pertumbuhan angkatan kerja yang otomatis bertambah seiring meningkatnya jumlah penduduk usia produktif.
Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan sektor industri di daerah.
“Angkatan kerja tumbuh karena jumlah penduduk bertambah. Itu pasti berpengaruh,” ucapnya.
Sebagai langkah mengurangi tekanan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan, Jimmi mendorong penguatan sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Ia menilai sektor ini perlu didukung lebih serius agar mampu menjadi penopang baru penciptaan lapangan kerja.
“Pelaku ekonomi kecil dan menengah harus didorong. Kita ingin masyarakat lebih kreatif,” tegasnya.
Jimmi berharap ke depan kolaborasi antara pemerintah daerah, perusahaan, dan pelaku usaha masyarakat dapat menjadi solusi nyata untuk menekan pengangguran di Kutim. (Adv)


-10-300x180.jpg&w=3840&q=75)
-7-300x171.jpg&w=3840&q=75)
-5-300x163.jpg&w=3840&q=75)
-4-300x185.jpg&w=3840&q=75)




