BONTANG — Lurah Api-Api, Kecamatan Bontang Selatan, Kota Bontang, mendorong warga Rusunawa agar ber-KTP setempat.
Bahkan, Rusunawa Api-api ini diminta agar dijadikan satu RT. Sebab kalau digabung dengan RT lainnya, bisa mencapai 700 DPT.
Lurah Api-Api, Hadha Sulistiyono, menyampaikan usulan tersebut dalam sidak Komisi C DPRD Bontang, Selasa 26 Agustus 2025, berlangsung di Rusunawa.
“Ini juga pernah kami sampaikan Rusunawa ini jadi RT sendiri. Kemarin kami sama pak Iqbal (Kepala UPT) sudah berupaya,” ucapnya di hadapan dewan.
Bahkan, kata dia, pihaknya sudah sering bersosialisasi di Rusunawa agar warga berpindah KTP.
Sebab jangan sampai rusun menilai Lurah tutup mata atas bantuan pemerintah. Sebab mereka yang tidak ber-KTP Api-Api otomatis nihil bantuan dari kelurahan setempat.
“Apalagi saat ini ada pendataan soal kemiskinan. Kalau RT-nya lain, dan tinggal di sini, terkadang memang kita sulit memonitor pak. Jadi kami harap ini menjadi RT sendiri supaya memudahkan bantuan-bantuan di area rusunawa ini,” tuturnya.
Pun demikian, berdasarkan diskusi dia bersama pihak UPT Rusunawa, ternyata terkendala anggaran.
“Katanya ini ada kendala anggaran. Nanti ada gaji RT dan segala macam,” tukasnya.
Lebih jauh, Sulistiyono membeberkan warga Rusun Api-Api ada yang ber-KTP Tanjung Laut, Kecamatan Bontang Selatan. Ada juga yang ber-KTP Telihan, Kecamatan Bontang Barat.
Namun, saat pihak lurah meminta kepada penduduk Rusun agar dipindahkan KTP-nya, warga rusun meminta jaminan bantuan.
“Ketika kami tanyakan (salah satu warga), dia menyatakan begini. Pak Lurah saya pindah, tapi berani nggak menjamin untuk bantuan itu tetap saya dapat,” ucapnya menyambung pernyataan warga.
“Karena kalau pindah di Kelurahan Api-Api, itu (datanya) terhapus di pusat. Nah artinya ini yang belum tentu bisa kita jamin juga,” imbuhnya.
Diketahui, agenda dewan pagi tadi ingin melihat dan mendengar langsung keluhan warga Rusunawa. Sebab sebelumnya ada yang melapor bahwa pengelolaan Rusunawa tidak normal.
Ada yang tinggal melebihi 6 tahun. Bahkan ada yang sudah 11 tahun sejak didirikannya tempat itu. Padahal aturannya hanya dibolehkan 6 tahun saja.
Selain itu, dewan menemukan dugaan adanya PNS yang tinggal di tempat itu. Padahal sama sekali tidak dibolehkan. Bahkan ada juga laporan bahwa pekerja tambang juga tinggal di situ.
Belum lagi pembayaran air warga membengkak. Termasuk fasilitas yang kotor. Tempat cuci piring buntu-buntu. Dan termasuk masalah jaringan gas atau jargas. (*)












