BONTANG - Salah satu remaja berusia 13 tahun di Kelurahan Gunung Telihan, Bontang, meninggal dunia akibat penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Diketahui kasus tersebut menjadi pembuka angka kematian akibat DBD di tahun 2024.
Baca Juga: Jumlah Kasus DBD di Bontang Bulan Agustus Capai 30, Turun 10 Kasus Sejak Juli 2024
Kabid Pelayanan Medik dan Pengendalian Mutu RSUD Taman Husada Bontang, dr. Tri Ratna Paramita mengatakan pasien mendapatkan penanganan medis sejak 8 Januari lalu.
Baca Juga: Ternyata, Ini Dia Warna yang Dibenci dan Disukai Nyamuk
“Dirawat sebelumnya di ruang intensif care,” kata dr Mitha.
Kondisi pasien pun terus mengalami penurunan secara klinis. Akibatnya pada Senin (15/1/2024) pagi hari nyawanya tidak tertolong. Konon pasien sebelumnya membutuhkan suplai kantong darah segar.
Sementara Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Diskes) Nur Asma mengatakan sejak awal tahun hingga saat ini sudah ada 41 kasus DBD di Kota Bontang. Ia pun belum bisa membeberkan kelurahan mana yang memiliki kasus tinggi.
“Memang benar untuk kasus kematian saat ini satu. Kasus kematian itu terjadi hari ini (kemarin). Terkait detailnya kami masih telusuri kasusnya,” ucapnya.
Ia pun meminta kepada masyarakat untuk memperhatikan kondisi sekitarnya. Karena untuk penanganan DBD tidak bisa hanya mengandalkan tenaga medis. Tetapi perlu keterlibatan dari masyarakat untuk membersihkan tempat yang berpotensi menjadi area perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti.
“Apalagi saat ini terkadang panas kemudian hujan. Jika tidak dikontrol maka perkembangbiakan nyamuk semakin tak terkendali,” tutur dia.
Menurutnya pengasapan atau fogging bukanlah menjadi solusi penuntasan kasus DBD. Pasalnya pengasapan hanya membunuh nyamuk dewasa. Sementara telur dan jentik tidak bisa mati. Meski demikian jika ada kasus DBD maka fogging fokus akan dilakukan oleh petugas kesehatan di lokasi bersangkutan.
Sementara upaya penyelesaian kasus DBD dengan skema wolbachia juga belum bisa dilihat efektivitasnya. Mengingat skema ini baru berjalan beberapa bulan. Butuh waktu enam bulan hingga dua tahun untuk proses evaluasi. “Terpenting Gerakan 3M plus. Sembari Wolbachia tetap berjalan,” pungkasnya. (*)