Payload Logo
-32320251125185938335.jpg
Dilihat 377 kali

Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman (tengah) didampingi Wabup Kutim, Mahyunadi (kiri), bersama Ketua DPRD Kutim, Jimmi (kanan) saat berkunjung ke Kampung Sidrap menyerahkan sertifikat hak milik warga, Rabu 18 Juni 2025 (dok: Agu/katakaltim)

Respons Kepala Daerah Kutim Jika Dana Bagi Hasil Dipangkas: Mengerikan dan Kencangkan Ikat Pinggang

Penulis: Salsabila Rasa | Editor: Agu
29 September 2025

KUTIM — Dana bagi hasil atau DBH yang datang dari pusat untuk setiap daerah di Kaltim bakal dipangkas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh redaksi, DBH Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tahun 2026 terjun bebas.

DBH Kutim pada tahun 2025 mencapai Rp4,7 triliun. Namun untuk 2026 mendatang, Kutim hanya mendapat Rp1,4 triliun.

Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman sangat khawatir jika DBH dipangkas.

Dia bahkan tidak mau berkomentar banyak apabila DBH dipangkas. Sebab, Kutim adalah daerah yang bergantung dari dana transfer.

“Aduh. Itu mengerikan. Saya enggak berani ngomong karena mengerikan sekali kalau itu terjadi,” ucapnya kepada awak media, Senin 22 September 2025, di Sangatta.

Untuk itu Ardiansyah berharap DBH yang menjadi bagian dari dana transfer pusat ke daerah tidak dipangkas. “Semoga saja tidak terjadi ya,” tukas politisi PKS itu.

Terpisah, Wakil Bupati (Wabup) Kutim, Mahyunadi, menyatakan jika informasi itu benar, daerah siap-siap lakukan efisiensi. Kencangkan ikat pinggang.

“(Kalau itu benar) yaa kencangkan ikat pinggang,” ucap Mahyunadi kepada katakaltim ditemui di Sangatta, Senin 29 September 2025.

Mahyunadi menimpali bahwa informasi tersebut masih berupa asumsi. Dia bilang memang turun, tapi tidak terjun bebas.

Jika pun alami penurunan, Mahyunadi optimis pemerintah tetap bisa menyesuaikan.

Sebab Kutim sebelumnya pernah mengalami kondisi serupa dalam hal APBD masih belum banyak seperti sekarang.

“Dulu kan APBD Kutai Timur hanya Rp2 triliun. Jadi kalau memang naik dan turun lagi nggak ada masalah,” tukasnya.

Lebih jauh Mahyunadi ungkap kendala jika dana transfer pusat ke daerah alami penurunan. Misalnya untuk belanja pegawai. Pasti akan ada pemangkasan.

“Gejolaknya ada di pegawai negeri. Maksimal 30 persen,” timpalnya.

Intinya, tambah Mahyunadi, jika dana ke daerah dipangkas, maka efisiensi sangat penting.

“Yaa kita efisiensi. Belanja pegawai kita efisiensi. Belanja-belanja yang lain kita efisiensi,” ucapnya.

Pihaknya akan lebih fokus kepada pembangunan yang bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi. “Termasuk infrastruktur, jalanan, pelayanan dasar masyarakat, air bersih dan lain sebagainya,” tutup Mahyunadi.

Berdasarkan penelusuran redaksi, realisasi pendapatan daerah Kutim tahun 2024 sebesar Rp10,44 triliun.

Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutim di tahun yang sama mencapai Rp532,65 miliar.

Artinya, daerah tersebut sangat jauh dari kemandirian fiskal.

Dan tentu saja bergantung pada pembiayaan dari pusat seperti dana alokasi umum (DAU) dan DBH serta dana transfer lainnya. (*)