PENAJAM — Sengketa lahan yang berkepanjangan antara warga Desa Telemow dengan PT International Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (PT ITCI KU) kembali mencapai titik kritis.
Penahanan sejumlah warga oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Penajam Paser Utara (PPU) telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak.
Bupati PPU, Mudyat Noor, pun turut angkat bicara. Ia menyoroti permasalahan ini dan meminta perlunya penyelesaian adil.
Baca Juga: Quick Count Pilkada PPU: Pasangan Mudyat-Win Tumbangkan Petahana
Mudyat menyampaikan betapa pentingnya peran Pemda menangani konflik yang melibatkan warga dan perusahaan.
Baca Juga: Tingkatkan Produktivitas Petani, Pimpinan DPRD PPU Minta Percepatan Pembangunan Regulator Telake
Di samping itu ia mempertanyakan validitas ratusan sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan untuk lahan sengketa tersebut
"Saya mempertanyakan validitas sertifikat-sertifikat tersebut. Apakah sertifikat ini ada masalah, kami di sini tidak tahu," ujarnya kepada awak media, Kamis 20 Maret 2025.
Ia lebih jauh menyinggung pemerintahan sebelumnya terkait penerbitan SHM di lahan yang bermasalah.
Mudyat menanyakan, jika ada warga yang ditangkap, tapi ada juga yang keluar SHM-nya, berarti memang ada masalah terkait lahan ini.
“Karena itu, harus pelajari dahulu problemnya,” kata dia.
Mudyat pun menduga-duga adanya potensi mal administrasi dalam proses penerbitan sertifikat tersebut.
Untuk itu, kata dia, mediasi antara warga, perusahaan, dan Pemda menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan.
"Penegakan hukum juga harus adil dan transparan. Ini kuncinya," pungkas Mudyat.
Sampai berita terbit pada 15:23, belum ada sama sekali tanggapan resmi pihak PT ITCI KU terkait penahanan warga dan pernyataan Bupati PPU.
Namun, sengketa lahan ini telah berlangsung lama dan melibatkan klaim kepemilikan yang saling bertentangan antara warga dan perusahaan.
PT ITCI KU ini sebenarnya milik adik kandung Prabowo Subianto, namanya Hashim Joyo Hadikusumo.
Perusahaan ini telah mengkriminalisasi 4 warga desa Telemow pada Kamis 13 Maret lalu.
Pihak LBH Samarinda mengatakan, sebelumnya Polda Kaltim sudah memproses laporan perusahaan sejak Juli 2023.
Bahkan, pada 2020 silam, warga sempat juga dilaporkan ke Polres PPU oleh pihak perusahaan.
Meski warga telah dilaporkan pada 2020 silam, tapi prosesnya tidak berlanjut.
“Laporan itu tidak berlanjut karena dinilai tak masuk dalam tindak pidana,” ucap Fatul saat dikonfirmasi, Sabtu 15 Maret 2025.
Ia menambahkan sejak 2017 silam sebenarnya warga Desa Telemow telah diperhadapkan dengan kebingungan.
Kebingungan itu setelah pihak PT. ITCI KU secara sepihak mengklaim tanah seluas 83,55 Ha yang dikuasai warga Desa Telemow.
“Nah kemudian memicu penolakan dan protes warga yang tidak menerima klaim tersebut,” katanya.
Alih alih melakukan penyelesaian secara humanis, justru pihak PT. ITCI KU lebih memilih mengintimidasi dan mengkriminalisasi warga.
“Mereka lebih memilih melakukan intimidasi,” jelasnya.
Carut marut konflik yang terjadi di Desa Telemow diduga kuat terjadi karena adanya mal administrasi.
Termasuk tidak dilibatkannya warga, mulai dari tahap sosialisasi hingga penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT. ITCI KU.
Kata Fathul, kejadian ini dapat diduga bahwa HGB PT. ITCI KU terbit di “ruang gelap” yang tidak jelas dan tidak diketahui asal-usulnya oleh warga.
"Atas hal ini, Indonesia Gelap kini menyasar warga Desa Telemow. Gelapnya Indonesia itu
datang melalui perusahaan PT. ITCI KU," pungkasnya. (*)