Payload Logo
y-143820251125185249569.jpg

Ketua Bidang Pengembangan Potensi Perempuan Hipma Kutim Cabang Samarinda, Sintiya (dok: pribadi)

Aktivis Perempuan Kutim Minta Pemerintah Gerak Maksimal Tekan Kasus Pelecehan

Penulis: Salsabila Resa | Editor: Agu
22 Agustus 2025

KUTIM — Kutai Timur darurat pelecehan seksual. Begitu kata Sintiya. Salah satu aktivis asal Muara Ancalong yang kini menempuh pendidikan di Universitas Mulawarman (Unmul).

"Dari laporan sekarang, banyak sekali di daerah pedalaman yang kerap terdengar kasus pelecehan terhadap perempuan dan anak," ucapnya kepada awak media, Jumat 22 Agustus 2025.

Untuk itu penting sosialisasi pencegahan pelecehan seksual supaya bisa menekan kasus semacam ini.

Dia juga menilai, peran pemerintah sangat dibutuhkan. Supaya bisa meningkatkan kesadaran tentang bentuk dan dampak pelecehan ini.

“Intinya harus ada pembekalan pengetahuan lah. Pemerintah tidak boleh abai soal masalah ini,” tandasnya.

Dari data yang diterima, angka pelecehan dan kekerasan seksual sejak Januari hingga Juli 2025 mencapai 11 kasus. Kasus terbanyak pencabulan dan persetubuhan anak di bawah umur sebanyak 7 kasus.

Bahkan beberapa waktu terakhir, ada tiga laporan terkait pelecehan seksual yang dilakukan di Kecamatan Sangkuliran, Kaubun, hingga Sangatta Utara.

Untuk itu dia meminta Pemkab Kutim segera buat strategi konkret mencegah masalah ini.

"Jadi ini tidak hanya terjadi di kota saja. Tapi banyak kasus juga di wilayah pedalaman," bebernya.

Karena itu, sosialisasi soal masalah ini tidak melulu terfokus di wilayah Sangatta. Sehingga melupakan masyarakat yang minim pengetahuan di wilayah lainnya.

“Intinya kita mau ada sosialisasi menyeluruh. Dan kepastian bahwa masyarakat terlindungi,” tandasnya.

"Kutai Timur harus jadi ruang aman bagi perempuan dan anak. Pemerintah dan masyarakat harus bersama menciptakan itu," imbuhnya. (*)