Payload Logo
t-730120251125190427116.jpg
Dilihat 378 kali

Ketua DPRD Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam (kiri), bersama Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud (kanan) (dok: fb/Andi Faizal Sofyan Hasdam)|Screenshot

Kilas Balik Kampung Sidrap, Alasan Ketua DPRD Bontang Tak Hadiri Mediasi Bersama Gubernur

Penulis: Agu | Editor:
23 Oktober 2025

BONTANG — Perkara Kampung Sidrap sudah ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada September lalu. Singkatnya, gugatan Pemerintah Bontang tertolak.

Intinya lagi, untuk sementara dan mungkin selanjutnya, kawasan di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan itu, tetap milik Kutai Timur (Kutim).

Bahkan kabarnya, para birokrat Kutim mengaku semakin tancap gas. Berniat membangun kawasan itu dengan segera.

Tapi, sebelum putusan MK, sebenarnya Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim sudah bertemu dengan Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, pada Agustus 2025 lalu. Bermaksud untuk mediasi.

[caption id="attachment_37086" align="alignnone" width="1170"] Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud saat mediasi Pemkab Kutim dan Pemkot Bontang (dok: Agu/katakaltim)[/caption]

Hasil mediasi sangat jelas. “Sepakat untuk tidak sepakat,” kata Gubernur Kaltim waktu itu, meneruskan pernyataan Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud.

Namun, dalam pertemuan itu semua pihak—orang terpenting dalam penyelenggaraan pemerintahan—hadir dari kedua belah pihak, kecuali orang nomor wahid dari Wakil Rakyat Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam.

Ketidakhadiran Wakil Rakyat Bontang dalam mediasi ini memunculkan pertanyaan: apakah DPRD Bontang tak lagi mendukung langkah-langkah Pemkot Bontang berkaitan dengan gugatan Kampung Sidrap?

Atau, apakah DPRD Bontang sudah pasrah mengurusi perkara Kampung Sidrap yang sudah berlarut-larut ini?

Alasan DPRD Bontang Absen

Ketua DPRD Kota Bontang, Andi Faiz sapaan akrabnya, membeberkan alasan tak satu pun pihaknya hadir dalam mediasi penting itu.

Andi Faiz meyakini, sekalipun mediasi, tetap juga Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim tidak satu visi.

Dalam pengertian bahwa pasti tidak terjadi kesepakatan: Pemkab Kutim tetap tidak suka gugatan Pemkot Bontang. Dan Pemkot Bontang bersikeras juga memohon wilayah Sidrap masuk di Bontang.

“Dari dinamika yang berlangsung kan kita sudah bisa menangkap, arah-arah Pemerintah Kutai Timur dan Kota Bontang memang tidak mungkin satu kesepahaman visi. Tidak mungkin sama,” ucap Andi Faiz kepada katakaltim, ditemui pada Minggu 19 Oktober di Markas Golkar Bontang.

Lantaran DPRD Bontang sudah yakin mediasi tersebut tak melahirkan “solusi” di tempat, maka pihaknya menunggu saja keputusan MK.

“Artinya kami tentunya menunggu putusan MK, dan keputusan MK kan sudah keluar,” tukasnya.

Alasan kedua Wakil Rakyat Bontang tak hadir dalam mediasi itu sebab katanya undangan Pemprov Kaltim sangat mendadak. Tiba-tiba.

Dan Andi Faiz waktu itu mendapat undangan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga tidak bisa hadir dalam mediasi. DPRD yang lainnya juga ada kegiatan.

“Di saat kami ada undangan di Kemendagri dan teman-teman juga lagi ada agenda-agenda lain, baru undangan itu masuk,” terangnya.

Tidak Usah Lagi Ribut

Politisi Golkar itu berharap masalah ini tidak usah lagi diributkan. Sebab jelas Kampung Sidrap milik Kutim.

“Ini kan sudah. MK sudah memutuskan. Artinya kita tidak usah bicara mundur,” tukasnya setelah mengkritik proses mediasi.

Pun demikian, ihwal rencana pengumpulan petisi warga Kampung Sidrap untuk diajukan ke pusat, Andi Faiz menilai agenda itu berbeda. Tidak boleh disangkut-pautkan.

“Itu adalah bagian lain yang tidak bisa dijadikan satu kesatuan dengan putusan MK,” pintanya.

Alasannya, putusan MK final. MK hanya mengarahkan ke pembuat UU tapal batas jika memang ingin mengubah aturan. “Ini adalah ranah pembuat UU,” jelasnya.

Sehingga, dari dasar putusan MK tersebut lahirlah sebuah inisiatif: usulan warga Sidrap.

“Salah satu jalannya adalah membuat petisi,” sambung dia.

Kendati demikian, Andi Faiz mengaku hal itu tidak mudah. Tapi, kalau warga ingin difasilitasi, maka dia siap diskusi ulang.

Hindari Polemik

Lebih jauh Andi Faiz menyatakan tegas bahwa dirinya tak mau lagi berpolemik dengan siapapun terkait persoalan ini.

“Saya tidak mau berpolemik dengan siapapun. Saya tidak mau berpolemik dengan Kabupaten Kutai Timur, saya hormat dengan pemerintah Kabupaten Kutai Timur,” tegasnya.

“Dan saya juga mengerti perasaannya masyarakat Sidrap bahwa putusan MK adalah putusan final dan mengikat,” sambung dia.

Maka, seharusnya masalah ini tidak lagi dijadikan bahan “beradu mulut” oleh pihak mana pun. Apalagi dengan Pemkab Kutim.

“Jadi jangan digoreng-goreng. Larinya ke mana .. ke mana … ke mana … Nanti kemudian komentar saya ini ditanyakan lagi ke Wakil Bupati Kutai Timur, ditanyakan lagi ke ketua DPRD Kutai Timur. Tidak,” ujarnya.

“Saya tidak mau berpolemik. Intinya putusan itu final mengikat,” tegas Andi Faiz sambil senyum-senyum.

Diberitakan sebelumnya, perkara Kampung Sidrap ini sudah berlangsung lama. Pemkot Bontang mengajukan gugatan agar wilayah Bontang diperluas. Dalam hal ini, mau mengambil sekitar 164 hektar kawasan di Kutim, Desa Martadinata itu.

Tapi, permohonan itu ditolak. Sampai saat ini, informasi yang diperoleh redaksi, warga Kampung Sidrap sedang mengumpulkan petisi. Untuk dibawa ke pusat.

Pengumpulan petisi itu mendapat sejumlah apresiasi. Termasuk Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris.

Tapi, Agus Haris bilang, biarkan lah warga mandiri. Jangan sampai ada lagi tuduhan politisasi.

Tapi jika memang warga ingin difasilitasi, Agus Haris mengaku akan mendiskusikannya lagi dengan DPRD Bontang. (Agu)