Payload Logo
w-842020251125185737427.jpg
Dilihat 0 kali

Mitra Setiawan, Kabid PPD Badko HmI Kaltimtara (Dok: syam/katakaltim)

OPINI: Dari Kampus ke Bangsa, HMI dalam Menjawab Tantangan Multidimensi Indonesia

Penulis: | Editor: Syam
15 September 2025

Penulis: Mitra Setiawan (Kabid PPD Badko HmI Kaltimtara)

KALTIM — Sejak berdirinya pada tahun 1947, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah menjadi laboratorium kepemimpinan dan kawah candradimuka intelektual yang melahirkan banyak tokoh bangsa.

Perjalanan panjang HMI tidak semata berdiri pada narasi sejarah, melainkan pada kiprahnya dalam menjawab tantangan kebangsaan yang terus berkembang.

Hari ini, Indonesia menghadapi berbagai problem multidimensi: krisis demokrasi, ketidakadilan sosial, ketertinggalan ekonomi, degradasi lingkungan, hingga disrupsi digital yang mengubah wajah peradaban.

Dalam konteks inilah HMI ditantang untuk keluar dari zona nyaman kampus, menghadirkan gagasan, gerakan, dan solusi nyata bagi bangsa.

Dari ruang-ruang diskusi intelektual di perguruan tinggi, HMI diharapkan mampu melahirkan kader yang tidak hanya cakap berpikir, tetapi juga berani bertindak.

Tantangan multidimensi bangsa menuntut peran ganda: memperkuat basis keumatan dan kebangsaan sekaligus membangun sinergi lintas sektor, baik dengan pemerintah, masyarakat sipil, maupun dunia usaha.

HMI memiliki bekal ideologis berupa Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang menempatkan Islam sebagai sumber inspirasi moral dan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan.

Bekal ini harus terus direkontekstualisasi agar HMI tidak sekadar menjadi saksi sejarah, tetapi tetap menjadi aktor strategis dalam menentukan arah perjalanan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.

Jawaban atas tantangan multidimensi tersebut tidak cukup dengan retorika, tetapi menuntut gerakan nyata. Pertama, HMI harus menjadi motor penggerak reformasi pendidikan tinggi yang melahirkan generasi unggul, kritis, dan adaptif terhadap perkembangan global.

Kedua, HMI perlu terlibat aktif dalam mendorong keadilan sosial melalui advokasi kebijakan publik yang berpihak pada rakyat. Ketiga, HMI harus menjadi pionir dalam agenda ekologi dan transformasi digital agar Indonesia tidak tertinggal dalam persaingan global.

Kini, saat bangsa berada di persimpangan sejarah, HMI dituntut untuk menegaskan kembali relevansinya.

Dari kampus ke bangsa, dari diskursus intelektual ke praksis sosial, HMI harus berdiri sebagai penjawab tantangan zaman, bukan sekadar penonton perubahan.

HMI ada untuk melahirkan insan cita, dan insan cita itulah yang harus menjadi garda terdepan menjawab tantangan multidimensi Indonesia. (*)