KUKAR — Kasus dugaan sengketa lahan di Kelurahan Jahab, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) membuat anggota DPD RI asal Kaltim, Yulianus Henock Sumual, melayangkan statement adanya kriminalisasi yang dilakukan Polres Kukar terhadap warga.
Statement itu dibantah oleh Kabagops Polres Kutai Kartanegara, Kompol Roganda. Ia mengatakan tudingan itu tidak benar. Karena pihaknya hanya melaksanakan tugas sebagai aparat penegak hukum (APH).
Menurutnya, keterlibatan APH dalam kasus dugaan sengketa lahan antara PT. BDAM dengan masyarakat Kelurahan Jahab, sebab ada laporan terkait dugaan tindak pidana penyanderaan terhadap salah seorang karyawan PT. BDAM.
“Artinya ada dugaan merampas kemerdekaan orang lain atau penyekapan,” ucap Kompol Roganda kepada katakaltim, Selasa 19 Agustus 2025.
Sekilas Kronologi Peristiwa
Kasus ini berawal pada Minggu (25/8/2024), ketika alat berat dan kendaraan operasional PT. Lion—kontraktor PT. BDAM—dihentikan secara paksa oleh sekelompok warga di kawasan Gunung Kapur, Kukar.
Di dalam kendaraan operasional itu ada Putra Rematin Caysar M. Sitorus, selaku manajer land clearing, bersama tim keamanan dan anggota Brimob.
Beberapa warga disebut berusaha merampas STNK dan kunci kendaraan. Bahkan mengancam Putra Sitorus yang berada di dalam mobil.
Salah seorang warga bahkan disebut menghunus senjata tajam (sajam) sambil melontarkan ancaman.
Setelah Putra Sitorus beserta rombongan terkepung lebih dari satu jam, sekitar pukul 16.30 WITA, mereka kemudian dibawa ke rumah seorang tokoh masyarakat bernama Syahbudin di Kelurahan Jahab.
Di sana, Putra Sitorus dihadapkan kepada puluhan warga bersama seorang kepala adat, almarhum Elisason, yang menyatakan bahwa perusahaan telah melanggar adat.
Dan mereka menuntut denda sebesar Rp75 juta. Putra Sitorus pun tidak diperbolehkan meninggalkan rumah tersebut sebelum denda dibayarkan.
Pada 26 Agustus 2024, sekitar pukul 11.00–13.00 WITA, tim Polres Kukar melakukan mediasi dan berhasil membebaskan Putra Sitorus. Polisi lalu membawanya ke Polres Kukar untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Kasus ini dilaporkan ke Polres Kukar melalui Laporan Polisi Nomor: LP/B/81/SPKT/POLRES KUKAR/POLDA KALTIM tanggal 26 Agustus 2024, oleh Fredik Dynata Simanungkalit selaku karyawan PT. BDAM.
Pasal yang disangkakan adalah pasal 335 ayat (1) KUHP, mengatur tentang tindak pidana pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Atas dasar inilah Polres Kukar mengambil langkah hukum dan menepis statement Yulianus Samual Henock, bahwa APH melakukan kriminalisasi terhadap warga.
"Ini murni laporan masyarakat yang kami terima, bukan kriminalisasi. Kami tidak bisa menolak laporan dan harus menindaklanjutinya sesuai kewenangan," terang Roganda.
Ia pun menyayangkan pernyataan Samual Henock yang mengatakan pihak kepolisian melakukan kriminalisasi terhadap warga.
Sebab hal itu berpotensi memperkeruh suasana dan membuat kurangnya kepercayaan publik terhadap aparat kepolisian.
“Kami khawatir pernyataan bapak Yulianus Henock yang berandai-andai kalau ada indikasi Polres Kukar mengkriminalisasi seseorang, justru akan diartikan oleh simpatisannya bahwa kami mengkriminalisasi warga, akan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kami; bahkan lebih buruk dapat menyebabkan keributan, kericuhan atau konflik antara masyarakat dengan Polres Kukar. Kita berharap beliau lebih arif menyampaikan pernyataan," ujar Roganda.
Lebih jauh, Roganda mengatakan penyelesaian masalah antara PT. BDAM dan masyarakat melalui jalan Restorative Justice bisa dilakukan, apabila pihak terlapor dan pelapor menemukan titik temu.
Ia menegaskan Polres Kukar tidak bisa mengambil langkah sepihak untuk Restorative Justice (RJ) sebelum keduanya bersepakat, APH dalam hal ini hanya sebagai pihak yang melakukan mediasi.
"Kalau pelapor dengan terlapor itu sudah sepakat, nah itu bisa dipertimbangkan untuk RJ, peran dari pak Kapolres tidak dapat mengintervensi perkara tersebut untuk RJ, pihak kami hanya perlu memberikan mediasi," pungkasnya.
Pernyataan DPD RI
Diberitakan sebelumnya, persoalan sengketa lahan di Kelurahan Jahab, Kukar merembet hingga menyeret nama aparat kepolisian.
Masyarakat setempat yang melapor ke DPD RI mengaku diintimidasi ketika menolak aktivitas perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka.
Menanggapi laporan tersebut, anggota DPD RI asal Kaltim, Yulianus Henock Sumual turun tangan.
Namun, langkahnya justru berbuntut ketegangan setelah ia mengaku mendapat tekanan langsung dari Kapolres Kukar.
Menurut Henock, keresahan warga Jahab tidak bisa dianggap sepele. Mereka menyebut adanya kriminalisasi dan pembubaran paksa ketika mencoba menolak aktivitas perusahaan.
"Masyarakat datang melapor karena merasa diintimidasi, dipaksa bubar, dan bahkan dikriminalisasi. Saya punya kewajiban konstitusional untuk menindaklanjuti laporan tersebut," ungkapnya saat dihubungi, Senin (19/8/2025).
Henock selaku pimpinan Badan Akuntabilitas Publik DPD RI menilai penanganan konflik agraria haruslah mengutamakan penyelesaian yang bijak.
Ia mengingatkan bahwa penyelesaian dengan pendekatan hukum yang kaku berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat.
"Kalau ada masalah kecil, apalagi masalah agraria, mestinya disikapi dengan pendekatan restorative justice. Itu harapan rakyat dan sejalan dengan arahan Kapolri," tegasnya.
Namun, saat dirinya mencoba mengklarifikasi laporan warga kepada Kapolres Kukar, situasi justru menjadi keruh. Henock mengaku mendapat telepon dan pesan WhatsApp berisi ancaman.
"Saya bilang terima kasih atas ancamanmu. Tapi dia balas lagi lebih kasar. Bilang ‘saya PAW kau, kau akan menangis’. Itu penghinaan terhadap saya pribadi dan lembaga negara," bebernya.
Henock menilai ancaman tersebut bukan saja menyerang dirinya secara personal, tetapi juga merendahkan wibawa DPD RI.
"Saya ini bekerja berdasarkan undang-undang, mengawasi kinerja publik, menerima laporan masyarakat. Kalau saya saja diintimidasi, apalagi rakyat kecil. Ini mencoreng nama baik kepolisian," katanya.
Lebih jauh, Henock memastikan dirinya tidak akan tinggal diam. Ia telah menyampaikan laporan ke institusi DPD RI, Polda Kaltim, dan berencana membawa persoalan ini hingga ke Kapolri dan Divisi Propam.
Ia berharap jajaran kepolisian bisa segera menindak tegas oknum yang bersikap arogan, agar kepercayaan publik terhadap institusi tidak luntur.
"Kapolres haruslah figur yang bisa melindungi dan mengayomi rakyat. Kalau ada oknum yang mencederai kepercayaan publik, maka itu harus ditindak. Jangan sampai nama baik institusi kepolisian tercoreng hanya karena segelintir oknum," pungkas Henock.
Saat redaksi katakaltim mencoba melakukan upaya konfirmasi kepada pihak Polres Kukar, Kabid Humasnya mengaku tidak mengetahui sama sekali duduk persoalan tersebut. Kapolres Kukar pun saat dihubungi hanya mengarahkan ke pihak lain. Tidak mau banyak komentar.
Pernyataan Polda Kaltim
Sementara itu, Polda Kaltim mengklarifikasi resmi terkait masalah ini melalui Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto.
Pihaknya menyampaikan permintaan maaf sekaligus memastikan bakal melakukan evaluasi khusus terhadap Kapolres Kukar.
“Pertama Polda Kaltim menyampaikan permohonan maaf atas tindakan dari Kapolres Kukar tersebut. Kedua, saat ini pimpinan di Polda Kaltim sedang melaksanakan evaluasi khusus terhadap tindakan Kapolres Kukar, dan tentu saja akan kami laporkan ke Mabes Polri," ujar Yuliyanto dalam keterangan resminya.
Ia menegaskan kepolisian akan menjadikan kasus ini sebagai bahan introspeksi. Menurutnya, aparat di semua level wajib mengedepankan pendekatan humanis ketika menghadapi masyarakat.
"Yang ketiga, kami senantiasa berkomitmen memperbaiki pelayanan kami kepada masyarakat serta memberikan yang terbaik untuk masyarakat," tambahnya.
Selain itu, Yuliyanto juga mengimbau agar publik tidak terprovokasi dan tetap menjaga kondusifitas.
"Untuk itu, kami mohon kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama menciptakan situasi yang kondusif serta tidak membawa isu kemana-mana yang bisa merugikan banyak pihak," tutupnya. (*)










