SAMARINDA — Persoalan sengketa lahan di Kelurahan Jahab, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, merembet hingga menyeret nama aparat kepolisian.
Masyarakat setempat yang melapor ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengaku mendapat intimidasi ketika menolak aktivitas perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka.
Menanggapi laporan tersebut, anggota DPD RI asal Kaltim, Yulianus Henock Sumual, turun tangan.
Namun, langkahnya justru berbuntut ketegangan setelah ia mengaku mendapat tekanan langsung dari Kapolres Kukar.
Menurut Henock, keresahan warga Jahab tidak bisa dianggap sepele. Mereka menyebut adanya kriminalisasi dan pembubaran paksa ketika mencoba menolak aktivitas perusahaan.
"Masyarakat datang melapor karena merasa diintimidasi, dipaksa bubar, dan bahkan dikriminalisasi. Saya punya kewajiban konstitusional untuk menindaklanjuti laporan tersebut," ungkapnya saat dihubungi, Senin (19/8/2025).
Henock selaku pimpinan Badan Akuntabilitas Publik DPD RI menilai penanganan konflik agraria haruslah mengutamakan penyelesaian yang bijak.
Ia mengingatkan bahwa penyelesaian dengan pendekatan hukum yang kaku berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat.
"Kalau ada masalah kecil, apalagi masalah agraria, mestinya disikapi dengan pendekatan restorative justice. Itu harapan rakyat dan sejalan dengan arahan Kapolri," tegasnya.
Namun, saat dirinya mencoba mengklarifikasi laporan warga kepada Kapolres Kukar, situasi justru menjadi keruh. Henock mengaku mendapat telepon dan pesan WhatsApp berisi ancaman.
"Saya bilang terima kasih atas ancamanmu. Tapi dia balas lagi lebih kasar. Bilang ‘saya PAW kau, kau akan menangis’. Itu penghinaan terhadap saya pribadi dan lembaga negara," bebernya.
Henock menilai ancaman tersebut bukan hanya menyerang dirinya secara personal, tetapi juga merendahkan wibawa DPD RI.
"Saya ini bekerja berdasarkan undang-undang, mengawasi kinerja publik, menerima laporan masyarakat. Kalau saya saja diintimidasi, apalagi rakyat kecil. Ini mencoreng nama baik kepolisian," katanya.
Lebih jauh, Henock memastikan dirinya tidak akan tinggal diam. Ia telah menyampaikan laporan ke institusi DPD RI, Polda Kaltim, dan berencana membawa persoalan ini hingga ke Kapolri dan Divisi Propam.
Ia berharap jajaran kepolisian bisa segera menindak tegas oknum yang bersikap arogan, agar kepercayaan publik terhadap institusi tidak luntur.
"Kapolres haruslah figur yang bisa melindungi dan mengayomi rakyat. Kalau ada oknum yang mencederai kepercayaan publik, maka itu harus ditindak. Jangan sampai nama baik institusi kepolisian tercoreng hanya karena segelintir oknum," pungkas Henock.
Saat redaksi katakaltim melakukan upaya konfirmasi kepada pihak Polres Kukar, Kabid Humas mengaku tidak mengetahui duduk persoalan. Kapolres Kukar pun saat dihubungi hanya mengarahkan ke pihak lain.
Polda Kaltim Minta Maaf
Sementara itu, Kepolisian Daerah Kalimantan Timur memberikan klarifikasi resmi terkait masalah ini melalui Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto.
Pihaknya menyampaikan permintaan maaf sekaligus memastikan akan melakukan evaluasi khusus terhadap Kapolres Kukar.
"Yang pertama, saya atas nama Polda Kalimantan Timur menyampaikan permohonan maaf atas tindakan dari Kapolres Kukar tersebut. Yang kedua, saat ini pimpinan di Polda Kalimantan Timur sedang melaksanakan evaluasi khusus terhadap tindakan Kapolres Kukar, dan tentu saja akan kami laporkan ke Mabes Polri," ujar Yuliyanto dalam keterangan resminya.
Ia menegaskan kepolisian akan menjadikan kasus ini sebagai bahan introspeksi. Menurutnya, aparat di semua level wajib mengedepankan pendekatan humanis ketika menghadapi masyarakat.
"Yang ketiga, kami senantiasa berkomitmen memperbaiki pelayanan kami kepada masyarakat serta memberikan yang terbaik untuk masyarakat," tambahnya.
Selain itu, Yuliyanto juga mengimbau agar publik tidak terprovokasi dan tetap menjaga kondusifitas.
"Untuk itu, kami mohon kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama menciptakan situasi yang kondusif serta tidak membawa isu kemana-mana yang bisa merugikan banyak pihak," tutupnya. (*)












