Payload Logo
-51920251125185724225.jpg
Dilihat 0 kali

Kuasa Hukum D dan E saat menghadiri sidang putusan Praperadilan kasus tambang ilegal di KDHTK Unmul di Pengadilan Negeri Samarinda, pada Selasa 2 September 2025. (Dok: Ali/katakaltim)||Lokasi KDHTK yang diduga jadi titik tambang ilegal (dok: Ali/katakaltim)

Tersangka Kasus Tambang Ilegal Hutan Unmul Ditangguhkan, Kuasa Hukum Nyatakan Kliennya Korban Salah Tangkap

Penulis: Ali | Editor: Agu
13 September 2025

SAMARINDA — Dua orang yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus tambang ilegal di lokasi Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KDHTK) ditangguhkan Pengadilan Negeri Samarinda usai sidang Praperadilan pada 2 September 2025 lalu.

Kuasa hukum D dan E, Angga D. Saputra, menegaskan kedua kliennya bukan pelaku tindak pidana sebagaimana dituduhkan Gakkum KLHK Kalimantan Timur.

Hal ini ditegaskan setelah Pengadilan Negeri Samarinda mengabulkan permohonan praperadilan yang menyatakan penetapan tersangka terhadap keduanya tidak sah.

Hakim tunggal praperadilan PN Samarinda, Jemmy Tanjung Utama, resmi mengabulkan permohonan D dan E. Dalam putusan nomor 6/Pid.Pra/2025/PN.Smr dan 7/Pid.Pra/2025/PN.Smr.

Hakim menilai penyidikan Gakkum tidak memenuhi prosedur hukum, khususnya karena tidak ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang sah, sebagaimana ditegaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XII/2015.

"Bahkan surat perintah penyidikannya pun dinyatakan batal," kata Angga dalam konferensi pers daring, Sabtu (13/9/2025).

Menurut Angga, Gakkum KLHK tidak mampu menunjukkan bukti maupun menghadirkan saksi yang bisa membuktikan kliennya terlibat dugaan pengrusakan hutan pendidikan Unmul.

Padahal, saksi-saksi yang muncul dalam video viral awal kasus justru tidak pernah diperiksa oleh Gakkum.

[caption id="attachment_35351" align="alignnone" width="1599"] Lokasi KDHTK yang diduga jadi titik tambang ilegal (dok: Ali/katakaltim)[/caption]

"Dalam persidangan, tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan klien kami pelaku tindak pidana. Bahkan saksi-saksi lapangan yang jelas ada di video itu tidak diperiksa. Ini yang semakin menguatkan keyakinan kami bahwa proses penyidikan Gakkum cacat," tegasnya.

Angga juga menilai penetapan tersangka terhadap D dan E terkesan terburu-buru. Ia menyebut, kliennya ditangkap dan langsung ditetapkan sebagai tersangka hanya beberapa menit setelah diperiksa sebagai saksi.

"Klien kami ditahan begitu cepat tanpa diberi kesempatan menghadirkan bukti atau saksi yang meringankan. Ini jelas sebuah bentuk kriminalisasi dan salah tangkap. Untungnya, pengadilan sudah membatalkan penetapan itu," ungkapnya.

Lebih lanjut, Angga meminta semua pihak menghormati putusan pengadilan. Ia menyayangkan adanya opini dari sejumlah pihak yang mencoba menggiring persepsi seolah-olah D dan E tetap terlibat dalam aktivitas tambang ilegal.

"Menyebut seseorang penambang ilegal sama saja menuduh dia pelaku tindak pidana. Itu tidak bisa hanya berdasarkan asumsi. Putusan pengadilan sudah jelas, dan itu harus dihormati," ujar Angga.

Ia juga mengingatkan agar pihak-pihak yang menyebarkan tuduhan tanpa dasar segera menghentikan pernyataannya. Jika tidak, pihaknya siap mengambil langkah hukum.

"Kami tidak segan menempuh jalur pidana maupun perdata bila fitnah ini terus digulirkan. Klien kami sudah cukup dirugikan secara psikologis maupun sosial akibat stigma ini," tegasnya.

Terakhir, Angga menekankan bahwa D dan E merupakan korban kriminalisasi aparat, ia menghimbau agar keputusan hukum dihormati dan tidak menghakimi kliennya tanpa ada bukti yang valid.

"Kami percaya klien kami korban salah tangkap. Mereka tidak terlibat, dan putusan praperadilan sudah membuktikan hal itu," tutup Angga. (*)